Sabtu, 22 Desember 2012
Ishtishab
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Istishhab
Istishhab menurut bahasa meminta kebersamaan (thalab al-mushahabah), atau berlanjutnya kebersamaan (istimrar ash shuhbah). Sedangkan menurut istilah terdapat beberapa definisi istishhab yang di kemukakan ulama’ antara lain:
1. Menurut Asy-syaukani:
بَقَاءُ اْلأَمْرِ مَالَمْ يُوْجَدْ مَا يُغَيِّرُهُ
" Tetap berlakunya suatu keadaan selama belum ada yang mengubahnya."
Maksudnya adalah eksistensi hukum suatu masalah di masa lalu tetap berlaku di masa kini dan di masa yang akan datang, dengan syarat tidak terdapat perubahan pada masalah tersebut. Akan tetapi, jika terdapat perubahan pada objek hukum tersebut, maka dengan sendirinya hukumnya juga menjadi berubah.
2. Menurut Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah
إِسْتِدَامَةُ مَا كَانَ ثَابِتًا وَنَفَى مَا كَانَ مَنْفِيًّا حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى تَغَيُّرِ الْحَالِ
"Mengukuhkan berlakunya suatu hukum yang telah ada, menegasikan suatu hukum yang memang tidak ada, sampai terdapat dalil lain yang mengubah keadaan tersebut."
Maksud dari definisi di atas yaitu suatu hukum baik dalam bentuk positif ataupun negatif, tetap berlaku selama belum ada yang mengubahnya, dan status keberlakuan hukum tersebut tidak memerlukan dalil lain untuk tetap terus berlaku.
3. Menurut Ibnu Hazm
بَقَاءُ حُكْمِ اْلأَصْلِ الثَّابِتِ بِالنُّصُوْصِ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ مِنْهَا عَلَى التَّغَيُّرِ
"Tetap berlakunya suatu hukum di dasarkan atas nashsh, sampai ada dalil yang menyatakan berubahnya hukum tersebut."
Maksud dari definisi ini ialah suatu hukum dinyatakan tetap berlaku jika landasannya adalah Nash. Dengan demikian Ibnu Hazm hendak menekankan, bahwa penetapan hukum tidak cukup hanya berdasarkan prinsip kebolehan dasar tetapi harus dikukuhkan oleh dalil yang bersumber dari Nash.
Dari ketiga definisi di atas dapat dipahami bahwa Istishhab memiliki beberapa unsur ketentuan sebagai berikut :
a. Setiap hukum yang ada pada masa lalu, baik dalam bentuk itsbath (pengukuhan suatu hukum) maupun dalam bentuk nafy (penegasian hukum), maka hukum tersebut dinyatakan tetap berlaku pada masa sekarang.
b. Perubahan hukum yang ada dapat terjadi, jika terdapat dalil yang mengubahnya.
c. Berbeda dengan Ulama’ lainnya, Ibnu Hazm menegaskan, pengakuan terhadap berlakunya hukum di masa lalu itu harus berdasarkan dalil Nashsh. Tidak cukup hanya beedasarkan prinsip al-ibahah ashliyyah. Akan tetapi, jika diperhatikan lebih jauh, perbedaan tersebut tidak sampai menimbulkan pertentangan hukum. Dengan kata lain, perbedaan tersebut hanya dari segi redaksi saja (al-khulf lafdzi). Sebab baik as-Syaukani maupun Ibnu al-Qayyim, pada hakikatnya, sama-sama mendasarkan definisi dan pendapat mereka tentang al-istishhab tidak semata-mata pada al-ibahah al-ashliyyah, melainkan berdasarkan dalil syara’ juga, yaitu istiqra’ terhadap ketentuan-ketentuan syara’ pada umumnya.
B. Macam-macam Istishhab
1. Istishhab hukm al-ibahah al-ashliyyah (tetap berlakunya hukum mubah yang dasar)
Maksudnya, setelah datangnya agama islam, pada dasarnya seseorang boleh melakukan atau menggunakan segala sesuatu yang bermanfaat, selama tidak ada dalil syara’ yang menegaskan hukum tertentu terhadapnya. Istishhab ini hanya berlaku dalam bidang muamalah tidak dalam bidang ibadah dan akidah.
Berdasarkan dalil Istishhab ini, maka semua jenis makanan dan minuman yang tidak ada larangan syara’ terhadapnya, maka ia boleh dimakan, selama ia bermanfaat. Demikian juga segala bentuk transaksi bisnis yang tidak ada dalil syara’ yang melarangnya, maka ia boleh dikerjakan, selama ia bermanfaat dan tidak menimbulkan kemudharatan.
Ketentuan Istishhab ini berdasarkan firman Allah surat Al-Baqarah : 29 :
•
Artinya : Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
Dan firman Allah surat Al-Maidah : 87:
•
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Akan tetapi perlu ditegaskan pada dasarnya segala sesuatu yang membahayakan adalah haram, meskipun tidak ada dalil khusus yang menegaskanya. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW :
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Artinya : Tidak ada kemudharatan dan tidak ada yang memudharatkan.
Maksudnya, yaitu melarang segala macam bentuk yang membahayakan. Sebab menurut Qaidah bahasa arab bentuk kata nakiraoh dalam konteks nafy, berlaku umum. Kata dharar menunjuk pengertian yang mengandung kemudharatan. Dan memiliki dua makna :
- Me-nafy-kan segala sesuatu yang membahayakan dan merugikan orang lain yang bersumber dari seseorang secara sepihak.
- Me-nafy-kan segala sesuatu yang membahayakan dan merugikan yang ditimbulkan oleh masing-masing dari kedua belah pihak.
Sebagian ulama’ mengistilahkan Istishhab ini dengan istishhab al-bara’ah al-ashliyyah (tetap berlakunya ketentuan bebas dari kewajiban) atau bara’ah al-adam al-ashliyyah (tetapnya ketentuan tidak ada kewajiban). Penggunaan istilah ini karena melihat dari segi tidak adanya kewajiban syara’ bagi seseorang, sampai ada dalil yang menunjukkan adanya kewajiban terhadap darinya.
2. Istishhab ma dallaas-syar’aw al-`aql `ala wujudih (istshhab terhadap sesuatu yang menurut aqal atau syara’ diakui keberadaannya)
Maksudnya, tetap berlakunya hukum sesuatu, baik keberlakuannya ditinjau dari syara’ maupun menurut logika sampai ada alasan atau ada dalil yang mengubah keberlakuan hukum tersebut. Misalnya, tetapnya hukum wudlu’ setelah seseorang berwudlu’, sampai terbukti bahwa wudlu’nya telah batal, misalnya karena buang angin. Karena itu, berdasarkan istishhab , wudlu’nya tidak batal hanya karena ada perasaan ragu-ragu tentang masih tetap atau batalnya wudlu’ seseorang.
3. Istishhab al-ummum ila an-yarid at-takhshish (menetapkan hukum berlaku umm sampai ada yang mengkhususkannya)
Pada dasarnya semua ulama’ juga sepakat dengan istishhab yang ini karena konteks pembicaraan pada bentuk yang ketiga ini berkaitan dengan waktu setelah datangnya syari’at sampai berhentinya wahyu karena wafatnya Rasulullah SAW..
Pnyampaian dan Penerimaan Hadits
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demi menjaga kemurnian hadits dari kesalahan periwayatannya, diperlukan ilmu yang mempelajari tentang penerimaan dan penyampaian riwayat hadits. Sebagia ulama hadits banyak yang telah merumuskan syarat-syarat dan tata cara penerimaan dan penyampaian riwayat hadits. Disamping itu perihal tentang keadilan dan kedhobithan perowi merupakan hal terpenting dalam menetukan kemurnian suatu hadits.
Unutk lebih jelasnya penulis akan memaparkan hal diatas dalam makalah ini. Semoga bermanfaat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Penerimaan riwayat Hadits ?
2. Bagaimana cara Penerimaan Hadits ?
3. Apa pengertian Penyampaian Hadits ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian tentang penerimaan hadits
2. Untuk mengetahui cara-cara penerimaan hadits
3. Untuk memahami pengertian penyampaian hadits
BAB II
PEMBAHASAN
PENERIMAAN DAN PENYAMPAIAN HADITS
A. Penerimaan Riwayat Hadits
Penerimaan hadits nabi ini sering disebut dengan istilah “tahammul al-hadits”. Yaitu sistem yang dipakai dalam menerima dan mengambil hadits oleh seorang rowi dari guru-guru hadits. Dalam hal ini dijelaskan pula bagaimana seoranng murid memelihara atau mengahfal hadits secara benar dan meyakinkan mengenai riwayat hadits yang pernah diterima dari gurunya.
Para ulama’ sepakat bahwa untuk menerima periwayatan hadits nabi tidak dipersyaratkan beragama Islam dan telah mencapai umur dewasa (baligh). Namun setidaknya sudah mencapai umur tamyiz. Jadi orang yang tidak atau belum beragama Islam dan anak-anak dinyatakan sah menerima periwayatan hadits nabi (tetapi untuk penyampaian hadits tidak sah). Memang ada sebagian ulama’ yang berpendapat bahwa untuk menerima hadits, seseorang harus telah mencapai umur dewasa, tetapi pendapat ini tidak populer dan tidak banyak diikuti.
Diantara alasan para ulama’ yang membolehkan anak-anak menerima riwayat hadits nabi ialah karena pra sahabat, tabi’in dan ahli ilmu setelahnya yang menerima periwayatan hadits seperti Hasan, Husen, Abdullah bin Zubair, Ibnu Abbas, Numan bin Bashri, Sa’id bin Yazid dll tanpa mempermasalahkan mereka telah baligh atau belum. Namun meraka berbeda mengenai batas minimal usia anak yang diperbolehkan ber-tahammul, sebab permasalahan ini tidak terlepas dari ke-tamyiz-an anak tersebut.
Al-Qadhi Iyad menetapkan bahwa batas minimal usia anak yang diperbolehkan ber-tahammul adalah lima tahun, karena pada masa usia ini anaka sudah mampu mengahafalkan sesuatu yang didengar dan mengingat-ingat hafalannya.
Abu Abdullah az-Zubairy mengatakan bahwa sebaiknya seorang anak diperbolehkan menulis hadits pada saat usia mereka telah mencapai 10 tahun, sebab pada usia ini akal mereka telah dianggap sempurna, dalam arti bahwa mereka telah mempunyai kemampuan untuk menghafal da mengingat-ingat hafalannya dan mulai menginjak remaja. Yahya bin Ma’in menetapkan usia 15 tahun.
Kebanyakan ulama’ ahli hadits tidak menetapkan batasan usia tertentu bagi anak yang diperbolehkan ber-tahammul, tetapi menitikberatkan pada ke-tamyiz-an mereka. Namun mereka juga berbeda pendapat tentang ke-tamyiz-an tersebut. Ada yang mengatakan bahwa seorang anak dikatagorikan tamyiz apabila ia sudah mampu membedakan antara al-baqar dan al-khimar, seperti diungkapkan oleh Al-Hafizh bin Musa bin Harun al-Hamal. Menurut Imam Ahmad bahwa ukuran tamyiz adalah adanya kemampuan menghafal yang didengar dan mengingat hafalannya. Ada juga yang mengatakan bahwa yang dijadikan ukuran ke-tamyiz-an seorang anak bukan berdasarkan usia mereka tetapi dilihat dari segi apakah ia memahami pembicaraan dan mampu menjawab pertanyaan dengan benar.
Terjadinya perbedaan pendapat para ulama’ mengenai ke-tamyiz-an seorang anak tidak terlepas dari kondisi yang mempengaruhi dirinya dan bukan berdasarka pada usianya, sebab bisa saja seoarang anak pada usia tetentu, karena situasi dan kondisi yag mempengaruhi, ia sudah mumayyiz, sementara anak yang lain pada usia yang sama karena situasi dan kondisi yang mempengaruhi ia belum mumayyiz. Oleh karena itu ke-tamyiz-an bukan diukur dari usia tetapi didasarkan pada tingkat kemampuan seseorang untuk menangkap dan memahami pembicaraaan dan mampu menjawab pertanyaan dengan benar serta adanya kemampuan menghafal dan mengingat-ingat hafalannya.
Mengenai penerimaam hadits bagi orang kafir dan orang fasiq, jumhur ulama’ ahli hadits sepakat untuk menganggap sah asalkan hadits tersebut diriwayatkan kepada orang lain pada saat mereka telah masuk Islam dan telah bertaubat.
Penulis menyimpulkan bahwa beragama Islam merupakan syarat utama dalam menerima hadits.
B. Cara Penerimaan Hadits
Para ulama Ahli hadits menggolongkan metode penerimaan suatu periwayatan hadits menjadi 8 macam yakni sebagai berikut :
1. As-Sima’
Yaitu penerimaan hadits denga cara mendengarkan perkataan gurunya, baik dengan cara didiktekan maupun dengan cara lainnya, baik dari hafalannya maupun dair tulisannya.
Menurut Al-Qadhi Iyad, para perowi yang menggunakan cara sima’ dalam meriwayatkan haditsnya biasanya menggunakan kata-kata :
• حَدَّثَنَا : seseorang telah menceritakan kepada Kami
• أَخْبَرَنَا : seseorang telah mengabarkan kepada Kami
• أَفْيَانَا : seseorang telah memberitakan kepada kami
• سَمِعْتُ فُلاَناً : saya telah mendengar seseorang
• قَالَ لَنَا فُلاَنٌ : seseorang telah berkata kepada kami
• ذَكَرَ لَناَ فُلاَنٌ : seseorang telah menuturkan kepada kami
2. Al-Qiro’ah ala Asy-Syaikh disebut juga Al-Arad
Yaitu disebut penerimaan hadits dengan cara seorang murid membacakan hadits di hadapan guru hadits, baik dia sendiri yang membacakan mauoun orang lain da dia hanya mendengarkannya, baik Sang guru hafal atau tidak, namun ia memgang atau mengetahui tulisannya.
3. Al-Ijazah
Yaitu seorang guru memberi izin kepada murid untuk meriwayatkan hadits atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu, sekalipun sang murid tidak membacakan kepada gurunya atau tidak mendengar bacaan gurunya seperti : عَجَزْتُ لَكَ عَنْ زَوِيَ عَنِّيْ
Artinya : Aku mengijazahkan kepadamu untuk kamu riwayatkan dariku.
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai penggunaan Ijazah sebagai cara untuk meriwayatkan hadits. Ibnu Hasyim mengatakan bahwa Al-Ijazah dianggap bid’ah dan tidak diperbolehkan. Adapun Ulama’ yang memperbolehkan cara ini menetapkan syarat bahwa sang guru harus benar-benar mengerti tentang atau kita yang diijazahi dan naskah muridnya harus menyamai aslinya, sehingga seolah-olah naskah tersebut adalah asli. Selain itu guru yang memberi Ijazah harus benar-benar ahli ilmu.
4. Al-Munawalah
Yaitu seorang guru memberikan hadits atau beberapa hadits atau sebuah kitab kepada muridnya untuk diriwayatkan. Ada juga yang mengatakan bahwa al-munawalah ialah seorang guru memberi kepada muridnya sebuah kitab asli yang didengar dari gurunya dengan berkata “inilah hadits-hadits yang sudah aku dengarkan dari seseorang maka riwayatkanlah hadits ini dariku dan aku ijazahkan kepadamu untuk diriwayatkan.
5. Al-Mukatabah
Yaitu seorang guru menuliskan sendiri atau menyuruh orang lain untuk menuliskan sebagian haditsnya untuk diberikan kepada murid yang ada dihadapannyaatau yang tidak hadir dengan jalan mengirimkan surat melalui orang yang dipercaya untuk menyampaikannya.
6. Al-I’lam
Yaitu pemberitahuan seorang guru kepada muridnya bahwa hadits atau kitab yang diriwayatkan dia terima dari seseoarag tanpa memberikan izin kepada muridnya untuk meriwayatkan hadits tersebut atau tanpa ada perintah untuk meriwayatkannya.
7. Al-Washiyah
Yaitu seorang guru ketika akan meninggal atau bepergian meninggalkan pesan kepada orang lain untuk meriwayatkan hadits atau kitabnya apabila ia meninggal atau bepergian.
8. Al-Wajadah
Yaitu seseorang memperoleh hadits orang lain denga mempelajari kitab-kitab hadits dengan tidak melalui cara as-sima’, al-ijazah, al-munawalah.
Ternyata setelah kita ketahui bahwa ada banyak cara yang bisa digunakan untuk menerima riwayat hadits, dan dalam menerima hadits bukanlah sama dengan menerima informasi biasa yang bisa kita peroleh dari siapapun, darimanapun, dan dengan cara apapun yang kita inginkan, akan tetapi melalui beberapa cara yang telah disebutkan diatas.
C. Penyampaian Hadits
Penyampaian riwayat hadits lazim disebut dengan istilah “ada’ al-hadits” yaitu suatu kegiatan menyampaikan dan meriwayatkan hadits nabi kepada orang lain.
Para ulama’ menetapkan beberapa syarat bagi seorang rowi hadits sebagai berikut :
1. Baligh : cukup umur ketika ia meriwayatkan hadits walaupun ketika menerima periwayatan ia masih kecil
2. Muslim : beragama islam sewaktu menyampaikan hadits
3. Adil : orang muslim yang sudah baligh dan berakal sehat, dan tidak mengerjakan dosa besar maupun dosa kecil
4. Dhobith : dapat menangkap dan memahami apa yang didengar, kemudian mampu menghafalnya dengan baik, ssehingga ketika diperlukan ia dapat menyebutkan kembali dengan benar pula
5. Tidak Syadz : hadits yang diriwayatkan tidak berlawanan dengan hadits yang lebih kuat, atau dengan al-qur’an
Dari beberapa persyaratan diatas ada dua yang perlu mendapatkan perhatian yaitu keadilan dan kedhobithan. Unutk mengetahui keadialan para perowi dapat ditempuh melalui tiga hal berikut :
1. Popularitas dan keutamaan perowi dikalangan para ulama hadits
2. Melalui penilaian kritikus hadits
3. Melalui penerapan kaidah al-jarh wa at-ta’dil
Sedangkan tentang penilaian kedhobithan para perowi dapat ditempuh melalui tiga hal berikut :
1. Kesaksisan ulama hadits
2. Kesesuaian uraian periwayatannya dengan riwayat yang disampaikan oleh perowi yang telah dikenal kedhobithannya
3. Sekiranya pernah terjadi kesalahan dalam meriwayatkan, maka hal itu tidak terjadi berulang-ulang.
Ternyata dapat kita ketahui bersama bahwa sama halnya dengan penerimaan hadits, penyampaiannyapun juga memilik banyak ketentuan yang harus benar-benar diperhatikan. Terutama mengenai keadilan dan kedhobithan seorang perowi, karena kedua hal tersebut merupakan barometer dari kemurnian sebuah hadits dari kesalahan periwayatannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penerimaan hadits nabi ini sering disebut dengan istilah “tahammul al-hadits”. Yaitu sistem yang dipakai dalam menerima dan mengambil hadits oleh seorang rowi dari guru-guru hadits.
Para ulama Ahli hadits menggolongkan metode penerimaan suatu periwayatan hadits menjadi 8 macam yakni sebagai berikut :
1. As-Sima’
2. Al-Qiro’ah ala Asy-Syaikh disebut juga Al-Arad
3. Al-Ijazah
4. Al-Munawalah
5. Al-Mukatabah
6. Al-I’lam
7. Al-Washiyah
8. Al-Wajadah
Penyampaian riwayat hadits lazim disebut dengan istilah “ada’ al-hadits” yaitu suatu kegiatan menyampaikan dan meriwayatkan hadits nabi kepada orang lain.
B. Saran
Alhamdulillah atas izin Allah SWT. akhirnya makalah ini dapat terselasaikan. Demi kesempurnaan pada makalah selanjutnya, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
M. Nawawi. 2010. Pengantar Studi Hadits. Surabaya : Kopertais IV Press,
Mudatsir. 2010. Ilmu Hadits. Bandung : Pustaka Setia
Pemakaian Tanda Baca
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembuatan Karya Ilmiah sangat diperlukan ketepatan dalam penempatan tanda baca agar apa yang dikehendaki Penulis dapat diterima dengan baik oleh Pembaca. Untuk itu, kita dituntut untuk lebih memperdalam pemahaman kita tentang teknik dan cara serta makna dari pemakaian tanda baca.
Oleh karena itu, Penulis akan menguraikan tentang teknik dan cara penempatan tanda baca yang tepat dalam makalah yang berjudul Pemakaian Tanda Baca. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.
B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang akan Penulis uraikan yaitu bagaimana teknik penempatan tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik koma (;), tanda titik dua ( : ), tanda hubung (-), tanda pisah (−), tanda ellipsis (…), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda kurung ((…)), tanda kurung siku ([…]), tanda petik (“…”), tanda petik tunggal (‘…’), tanda garis miring (/), dan tanda penyingkat atau apostrof (`).
C. Tujuan Masalah
Sesuai dengan Rumusan Masalah yaitu bertujuan untuk mengetahui tentang teknik penempatan tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik koma (;), tanda titik dua ( : ), tanda hubung (-), tanda pisah (−), tanda ellipsis (…), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda kurung ((…)), tanda kurung siku ([…]), tanda petik (“…”), tanda petik tunggal (‘…’), tanda garis miring (/), dan tanda penyingkat atau apostrof (`).
BAB II
PEMBAHASAN
PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh : Ayaku tinggal disolo.
Biarlah mereka duduk di sana
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Contoh : a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilstrasi
1. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Contoh : pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
2. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Contoh : Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden : Balai Pustaka
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Contoh : Desa itu berpenduduk 24.200 orang
4. Tanda titik dipakai untuk meisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Contoh : Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
5. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, table dan sebagainya.
Contoh : Acara Kunjungan Adam Malik
6. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Contoh : Jalan Diponegoro 82
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth.Sdr.Moh.Hasan(tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Atau :
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini (tanpa titik)
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Satu, dua, …tiga!
2. Tanda koma dipakai untuk memisakan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya: Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
4. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya : Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
5. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat.Termasuk didalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya: …Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
…Jadi,soalnya tidak semudh itu.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya : O, begitu?
Wah, bukan main!
7. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya : Kata Ibu, “ Saya gembira sekali.”
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya : Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta : PT Pustaka Rakjat.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya : W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm.4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga atau marga.
Misalnya : B. Ratulangi, S.E.
Ny.Khadijah, M.A.
11. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya : Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang . makan sirih
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
- Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
12. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya : “ Di mana Saudara tinggal?” tanya karim.
“ Berdiri lurus-lurus!” perntahnya.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya : Malam makin larut ; pekerjaan belum selesai juga.
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat kalimat kalimt majemuk.
Misalnya : Ayah mengurus tanamannya di kebun itu ; Ibu sibuk bekerja di dapur ; Adik menghafal nama-nama pahlawan nasional ; saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar”.
D. Tanda Titik Dua (:)
1. Tanda titik dua dapat dipakai pda akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya : Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja dan lemari.
2. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya : Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
3. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya :
a. Ketua : Ahmad Wijaya b. Tempat siding : Ruang 104
Sekretaris : S. Handayani Pengantar Acara : Bambang S.
Bendahara : B. Hartawan Waktu : 09.30
4. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan .
Misalnya : ani : kamu sudah mandi khan ?
ita : sudah. Kamu sendiri sudah apa belum?
5. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya : Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
E. Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya : Di samping cara-cara lama itu ada ju-
ga cara yang baru
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya : Kini ada cara yang baru untuk meng-
Ukur panas.
3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya : Anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang yang di eja satu-satu dan bagian-bagian tanggal
Misalnya : p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas ( i ) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan ( ii ) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya: ber-efolusi, dua puluh lima-ribuan ( 20x5000 ), tanggung jawab-dan kesetia kawanan-sosial
6. Tanda hubug dipakai untuk merangkaikan ( i ) se-dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf capital, ( ii ) ke-dengan angka, ( iii ) angka dengan-an, (iv) singkatan berhuruf capital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Misalnya : se-indonesia, se-jawa barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X; Mentri-Sekretaris Negara.
7. Tanda hubung dipakai untuk merangakaikan unsure bahasa Indonesia dengan unsure bahasa asing.
Misalnya : di-smash, pen-tackle-an
F. Tanda Pisah (−)
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan diluar bangun kalimat.
Misalnya : kemerdekaan bangsa itu –saya yakin akan tercapai –diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehinggga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya: Rangkaian temuan ini-evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom-telah mengubah konsepsi kita tentanng alam semesta .
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai ke’atau sampai dengan’.
Misalnya: 1910-1945
Tanggal 5-10 April 1970
Jakarta –Bandung
G. Tanda Elipsis (…)
1. Tanda Elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya : Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak
2. Tanda ellipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya : Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
Catatan : jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik ; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya : Dalam tulisan,tanda baca harus di gunakan dengan hati-hati…
H. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat Tanya.
Misalnya : Kapan ia berangkat ?
2. Tanda Tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya : Ia dilahirkan pada tahun 1689 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
I. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungnkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidak percayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya : Alangkah seramnya peristiwa itu!
J. Tanda Kurung ( (…) )
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya : Bagian perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya : Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya didalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya : Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain (a).
4. Tanda kuruing mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya : Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K. Tanda kurung siku ( […] )
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagi koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalamnaskah asli
misalnya : Sang surya men[ d] engar bunyi gemerisik
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung
misalnya : Peersamaan kedua proses ini (perbedaannya dibcarakan di dalam bab II [lihat halam 34 – 46] ) perlu dibentangkan disini.
L. Tanda petik (“…”)
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Misalnya : “ Saya belu siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya : Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “ coba dan ralat “ saja.
Ia bercelana panjang yang dikalangan remaja dikenal dengan nama “ cutbrai “
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya : Kata Tono, “ Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan dibelakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya : Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “ Si Hitam”.
Bang Komar sering disebut “pahlawan”; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan :
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
M. Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya : Tanya Basri,” Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“ Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku,’ibu, Bapak pulang’.
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya : feed-back ‘balikan’
N. Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin.
Misalnya : No. 7/pk/1973
Jalan Kramat III/10
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya : Dikirim lewat darat/laut
Harganya Rp25,00/lembar
O. Tanda penyingkat atau Apostrof (`)
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya : Ali` kan kusurati. (`kan = akan )
Malam `lah tiba. (`lah = telah)
1 Januari `88 (`88 = 1988)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka
Pembelajaran Active Learning
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama ini proses pembelajaran lebih sering diartikan sebagai pengajar menjelaskan materi kuliah dan mahasiswa mendengarkan secara pasif. Namun telah banyak ditemukan bahwa kualitas pembelajaran akan meningkat jika para mahasiswa peserta proses pembelajaranmemperoleh kesempatan yang luas untuk bertanya, berdiskusi, dan menggunakan secara aktif pengetahuan baru yang diperoleh. Dengan cara ini diketahui pula bahwa pengetahuan baru tersebut cenderung untuk dapat dipahami dan dikuasai secara lebih baik.
Untuk lebih jelasnya kami akan menjelaskannya dalam makalah ini semoga bermanfaat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar pembelajaran active learning ?
2. Apa alasan pembelajaran active learning ?
3. Bagaimana strategi pembelajaran active learning ?
4. Bagaimana implementasi pembelajaran active learning ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui konsep dasar pembelajaran active learning
2. Untuk mengetahui alasan pembelajaran active learning
3. Untuk mengetahui strategi pembelajaran active learning
4. Untuk mengetahui implementasi pembelajaran active learning
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING
A. Konsep Pembelajaran “Active Learning”
Pembelajaran “active learning” pada dasarnya bukan sebuah ide yang baru sama sekali. Gagasan pembelajaran “active learning” telah ada sejak masa Socrates dan merupakan salah satu penekanan utama di antara para pendidik progresif seperti John Dewey yang memandang bahwa secara alami belajar merupakan proses yang aktif. Secara pedagogis pembelajaran belajar aktif (active learning) adalah proses pembelajaran yang tidak hanya didasarkan pada proses mendengarkan dan mencatat.
Menurut Bonwell dan Eison (1991) pembelajaran “belajar aktif” adalah aktivitas intruksional yang melibatkan mahasiswa dalam melakukan sesuatu dan berpikir tentang apa yang mereka/mahasiswa lakukan (instructional activities involving students in doing things and thinking about what they are doing). Menurut Simons (1997) pembelajaran “belajar aktif” memiliki dua dimensi, yaitu pembelajaran mandiri (independent learning) dan bekerja secara aktif (active working). Independent learning merujuk pada keterlibatan mahasiswa pada pembuatan keputusan tentang proses pembelajaran yang akan dilakukan. Active working merujuk pada situasi dimana pembelajar/mahasiswa ditantang untuk menggunakan kemampuan mentalnya saat melakukan pembelajaran. Meyers and Jones (1993) menyatakan bahwa “active learning derives from two basic assumptions: (1) that learning is by its very nature an active process and (2) that different people learn in different ways." Dengan kata lain, bahwa pembelajaran pada dasarnya adalah pencarian secara aktif pengetahuan dan setiap orang belajar dengan cara yang berbeda.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran aktif pada prinsipnya merupakan model pembelajaran yang sangat menekankan aktifitas dan partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, peran pendidik dalam model pembelajaran ini tidak dominan menguasai proses pembelajaran, melainkan lebih berperan untuk memberikan kemudahan (fasilitator) dengan merangsang peserta didik untuk selalu aktif dalam segi fisik, mental, emosional, sosial, dan sebagainya. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi dengan materi pembelajaran yang sedang dipelajarinya. Pendidik bukan menyampaikan materi pembelajaran, tetapi bagaimana menciptakan kondisi agar terjadi proses belajar pada peserta didik sehingga dapat mempelajari materi pembelajaran sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam pembelajaran aktif peserta didik menjadi lebih aktif, karena peserta didik berperan sebagai subyek belajar di kelas, yang aktif mempelajari materi pembelajaran, aktif mengemukakan pendapat, tanya jawab, mengembangkan pengetahuannya, memecahkan masalah, diskusi, dan menarik kesimpulan. Karena manusia itu aktif, maka pembelajaran seharusnya memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk aktif melakukan kegiatan sendiri. Peserta didik diberi kesempatan untuk menentukan apa yang akan dipelajari dan mengembangkan kemampuan yang sudah dimilikinya. Materi pembelajaran yang harus dipelajari peserta didik, tidak harus selalu ditentukan terlebih dahulu oleh pendidik. Materi pembelajaran ditentukan bersama-sama dengan peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian, peserta didik akan belajar secara aktif, karena merasa membutuhkannya. Keaktifan peserta didik ini dikelompokkan menjadi beberapa aspek, antara lain yaitu:
(1) Aktif secara jasmani seperti penginderaan, yaitu mendengar, melihat, mencium, merasa, dan meraba atau melakukan ketrampilan jasmaniah
(2) Aktif berpikir melalui tanya jawab, mengolah dan mengemukakan ide, berpikir logis, sistematis, dan sebagainya
(3) Aktif secara sosial seperti aktif berinteraksi atau bekerjasama dengan orang lain. Menurut teori pembelajaran belajar aktif, pengetahuan peserta didik terbentuk melalui proses persepsi dan tanggapan terhadap informasi yang diterimanya melalui penginderaan.
Oleh karena itu, pembelajaran dengan melibatkan penginderaan yang lebih banyak akan memungkinkan tingkat keberhasilan belajar peserta didik pada level yang lebih tinggi.
B. Alasan menggunakan Active Learning
Beberapa alasan menggunakan Active Learning adalah sebagai berikut :
1. Karakteristik peserta didik
Rasa ingin tahu yang merupakan modal dasar bagi perkembangan sikap kritis. Imajinasi yang merupakan modal berpikir dan berperilaku kreatif.
2. Hakikat belajar
Belajar adalah proses menemukan dan membangun makna/pengertian oleh si pembelajarterhadap informasi dan pengalaman yang disaring melalui persepsi, pikiran dan perasaan si pembelajar. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru, melainkan pengetahuan dibangun sendiri oleh si pembelajar.
3. Karakteristik lulusan yang dikehendaki
Agar mampu bertahan dan berhasil dalam hidup, lulusan yang diinginkan adalah generasi yang :
• Peka (berarti berpikir tajam, kritis dan tanggap terhadap pikiran dan perasaan orang lain)
• Mandiri (berarti berani dan mampu bertindak tanpa selalu bergantung pada orang lain
• Bertanggung jawab ( berarti siap menerima akibat dari keputusan dan tindakan yang diambil
C. Strategi Pembelajaran Aktif
a. Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif
Menurut Rosyada pembelajaran aktif adalah ”belajar yang memperbanyak aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dari berbagai sumber, untuk dibahas dalam proses pembelajaran dalam kelas, sehingga memperoleh berbagai pengalaman yang tidak saja menambah pengetahuan, tapi juga kemampuan analisis dan sintesis”. Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh siswa, sehingga semua siswa dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian siswa berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu. Penelitian Pollio menunjukkan bahwa ”siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia.
Sementara penelitian McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perhatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir”. Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan siswa di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang diungkapkan Confucius :
• Apa yang saya dengar, saya lupa
• Apa yang saya lihat, saya ingat
• Apa yang saya lakukan, saya paham
Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran.
Mel Silberman memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi apa yang disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu:
• Apa yang saya dengar, saya lupa
• Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit
• Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham
• Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan
• Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai
Strategi merupakan istilah lain dari pendekatan, metode atau cara. Di dalam kepustakaan pendidikan istilah-istilah tersebut di atas sering digunakan secara bergantian. Menurut Udin S. Winataputra & Tita Rosita istilah strategi secara harfiah adalah akal atau siasat. Sedangkan strategi pembelajaran diartikan sebagai urutan langkah atau prosedur yang digunakan guru untuk membawa siswa dalam suasana tertentu untuk mencapai tujuan belajarnya.
Sedangkan pembelajaran aktif menurut Hisyam Zaini, Bermawy Munthe & Sekar Ayu Aryani adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Di sisi lain, menyatakan lingkungan fisik dalam kelas dapat mendukung atau menghambat kegiatan belajar aktif. Sehingga dari pernyataan tersebut perlengkapan kelas perlu disusun ulang untuk menciptakan formasi tertentu yang sesuai dengan kondisi belajar siswa. Namun begitu di tidak ada satu susunan atau tata letak yang mutlak ideal, namun ada banyak pilihan yang tersedia. Sepuluh kemungkinan susunan tata letak meja dan kursi yang disarankan sebagai berikut: bentuk U, gaya tim, meja konferensi, lingkaran, kelompok pada kelompok, ruang kerja, pengelompokan berpencar, formasi tanda pangkat, ruang kelas tradisional, auditorium. Sejalan dengan pendapat tersebut, Syamsu Mappa dan Anisa Basleman menyatakan penggunaan meja, kursi dan papan tulis berroda lebih memungkinkan berlangsungnya proses interaksi belajar dan membelajarkan yang bergairah.
Aktifitas siswa belajar di kelas terwujud bila terjadi interaksi antar warga kelas. Boakes menyatakan bahwa di dalam interaksi ada aktifitas yang bersifat resiprokal (timbal balik) dan berdasarkan atas kebutuhan bersama, ada aktifitas daripada pengungkapan perasaan, dan ada hubungan untuk tukar-menukar pengetahuan yang didasarkan take and give, yang semuanya dinyatakan dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Lebih lanjut, Syamsu Mappa dan Anisa Basleman menyatakan hubungan timbal balik antar warga kelas yang harmonis dapat merangsang terwujudnya masyarakat kelas yang gemar belajar. Dengan demikian, upaya mengaktifkan siswa belajar dapat dilakukan dengan mengupayakan timbulnya interaksi yang harmonis antar warga di dalam kelas. Interaksi ini akan terjadi bila setiap warga kelas melihat dan merasakan bahwa kegiatan belajar tersebut sebagai sarana memenuhi kebutuhannya. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, berdasarkan teori kebutuhan Maslow, Silberman menyatakan kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa dipenuhinya kebutuhan untuk mencapai sesuatu, mengambil resiko, dan menggali hal-hal baru.
Dari pembahasan di atas, tip – tip dibawah ini dapat digunakan guru untuk mengarah pada strategi pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar :
1) Selalu berpenampilan menarik dan penuh wibawa
Kesan pertama siswa saat bertemu gurunya adalah fisik dari guru tersebut. Dengan penampilan yang menarik dan penuh wibawa akan membuat kesan yang positif dari siswa, sehingga dengan mudah guru akan dapat membawa siswa kedalam suasana belajar yang guru inginkan.
2) Manfaatkan pertemuan pertama dengan siswa untuk perkenalan antar warga kelas
Tunjukkan cara-cara belajar yang baik, buatlah kesepakatan (kontrak) terkait norma-norma yang harus dipatuhi oleh warga kelas.
3) Buatlah formasi
Tata letak meja, kursi, pajangan dinding, dan perabot kelas yang lain sesuai dengan kesepakatan warga kelas dan kebutuhan.
4) Siapkan semua peralatan yang akan digunakan di dalam ruang kelas sebelum memulai pembelajaran
5) Mulailah proses belajar mengajar dengan materi yang ringan dan menantang
Tetapi menantang yang dapat merangsang siswa turut aktif berfikir. Kemudian masuk pada materi yang akan kita ajarkan dengan senantiasa melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar. Misalkan senantiasa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang kita ajarkan agar siswa lebih mudah memahami materi yang kita berikan.
6) Selalu memulai dan mengakhiri pembelajaran tepat waktu serta dengan salam yang menghangatkan, yaitu salam penuh kasih dan hormat
7) Gunakan bahasa yang santun, hormat, dan dengan nada bicara yang lembut
8) Memahami dan menghormati berbagai perbedaan yang ada
9) Menghormati kerahasiaan setiap siswa
10) Tidak merendahkan dan mencemooh siswa
11) Memberi kesempatan yang sama kepada semua siswa untuk bicara dan jangan mengintrupsi pembicaraan siswa
12) Bila seorang siswa mengemukakan pendapat, jadilah pendengar yang baik dan selanjutnya berikan kesempatan kepada siswa lain untuk memahaminya dan memberikan komentarnya
13) Memahami dan menghormati pendapat setiap siswa, bila perlu melancarkan kritik: gunakan bahasa yang mengayomi, dan bila kritik bersifat pribadi seyogyanya dilakukan di ruang khusus
14) Sekali waktu, berilah kesempatan kepada siswa untuk memberikan saran atau kritik guna perbaikan proses pembelajaran
15) Sediakan waktu untuk berkomunikasi dengan siswa di luar kelas
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa perbedaan antara pendekatan pembelajaran Active learning (belajar aktif) dan pendekatan pembelajaran konvensional, yaitu :
No. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Active Learning
1 berpusat pada guru berpusat pada siswa
2 kurang menyenangkan sangat menyenangkan
3 kurang memberdayakan semua indera dan potensi siswa membemberdayakan semua indera dan potensi siswa
4 menggunakan metode yang monoton menggunakan banyak metode
5 kurang banyak media yang digunakan menggunakan banyak media
6 tidak perlu disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada perlu disesuaikan dengan
pengetahuan yang sudah ada
Perbandingan di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan untuk menerapkan strategi pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di kelas. Selain itu beberapa hasil penelitian yang ada menganjurkan agar siswa tidak hanya sekedar mendengarkan saja di dalam kelas. Mereka perlu membaca, menulis, berdiskusi, atau bersama-sama dengan anggota kelas yang lain dalam memecahkan masalah. Yang paling penting adalah bagaimana membuat siswa menjadi aktif, sehingga mampu pula mengerjakan tugas-tugas yang menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, seperti menganalisis, membuat sintesis dan mengevaluasi. Dalam konteks ini, maka ditawarkanlah strategi-strategi yang berhubungan dengan belajar aktif. Dalam arti kata menggunakan teknik active learning (belajar aktif) di kelas menjadi sangat penting karena memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar siswa.
D. Implementasi “Active Learning”
Berdasarkan tinjauan tentang konsep pembelajaran belajar aktif di depan, maka dalam implementasi pembelajaran disini akan difokuskan pada sebuah alternatif prosedur pembelajaran yang diharapkan akan dapat mendorong agar setiap mahasiswa secara aktif terlibat dalam setiap penyelesaian tugas kelompok dan selalu aktif untuk mendengarkan, mencatat inti materi perkuliahan, menyimak dan mengkonsep ulang atau merefleksikan setiap materi yang sedang disajikan dan dibahas dalam proses pembelajaran di kelas. Sebuah alternatif prosedur pembelajaran yang juga diharapkan mampu mengkondisikan agar setiap mahasiswa selalu siap setiap saat untuk mempresentasikan ulang dengan kata-kata sendiri materi yang telah dibahas dan didiskusikan. Adapun Alternatif prosedur pembelajaran ”belajar aktif” untuk meningkatkan keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran di kelas dapat dikembangkan ke dalam 8 tahap, sebagai berikut :
(1) Orientasi
Dosen mendeskripsikan ruang lingkup materi, mengemukakan tujuan, menyampaikan prosedur pembelajaran, dan menyampaikan alternatif bahan sumber belajar.
(2) Pembentukan kelompok
Dosen mengidentifikasi karakteristik mahasiswa, menetapkan jumlah kelompok dan jumlah anggotanya, serta menetapkan dan menginformasikan keanggotaan kelompok.
(3) Penugasan
Dosen menyampaikan kisi-kisi materi dan memberikan tugas (pertanyaan) sesuai dengan topik dan indikator kompetensi yang harus dikuasai mahasiswa; menugaskan setiap kelompok mahasiswa untuk mendiskusikan, mencari sumber guna menyelesaikan tugas (pertanyaan) yang diberikan sesuai dengan topik yang dibahas masing-masing kelompok dan menyusunnya dalam bentuk bahan presentasi.
(4) Eksplorasi
Mahasiswa bersama kelompoknya mencari bahan sumber, mendiskusikan dan menyelesaikan setiap tugas yang diberikan, mendukung dan membantu teman yang mengalami kesulitan.
(5) Presentasi Materi dalam Kelas
Dosen mengundi kelompok yang harus persentasi atau topik yang harus dipresentasikan, mengundi satu orang yang harus mewakili kelompok untuk presentasi, presentasi materi kelompok, menanyakan kepada seluruh mahasiswa tentang kejelasan inti materi yang telah dipresentasikan, memberi kesempatan pada anggota lain dari kelompok penyaji untuk memperjelas penyajian materi.
(6) Pengecekan Pemahaman dan Pendalaman Materi
Dosen menunjuk 2 - 4 orang secara acak di luar kelompok penyaji untuk mempresentasikan ulang materi sesuai pemahamannya dengan bergantian. Memonitor tingkat pemahaman mahasiswa terhadap materi, memberi kesempatan setiap mahasiswa untuk berpendapat atau bertanya kepada kelompok penyaji.
(7) Refleksi dan Umpan Balik
Dosen menjelaskan kembali beberapa pertanyaan yang belum terjawab dengan benar dan jelas oleh kelompok penyaji, memberikan rangkuman materi untuk mempertegas pemahaman mahasiswa, memberi kesempatan setiap mahasiswa untuk bertanya, menjawab dan menanggapi pertanyaan mahasiswa.
(8) Evaluasi Formatif
Dosen memberikan beberapa pertanyaan singkat untuk dikerjakan setiap mahasiswa dengan cepat secara tertulis.
Untuk mendukung keberhasilan alternatif prosedur pembelajaran ”active learning” di atas dibutuhkan daya dukung media dan sumber belajar yang cukup memadahi. Media dan sumber belajar yang dapat digunakan misalnya laptop, LCD, jaringan internet di ruang kelas, dan berbagai buku sumber yang relevan dengan kurikulum atau topik-topik pembelajaran yang sedang dibahas.
Sedang untuk sistem evaluasi dalam pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas mahasiswa ini dapat menggunakan evaluasi yang menekankan pada proses pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Untuk evaluasi proses dilihat dari keaktifan individu dalam kelompok dan kelas serta keberhasilan kelompok dalam menyamakan pemahaman/persepsi semua anggotanya. Sedang untuk evaluasi hasil dilihat dari kemampuan individu mahasiswa dalam mengerjakan semua soal dalam setiap evaluasi formatif ditambah dengan kemampuan individu mahasiswa dalam mengerjakan semua soal dalam evaluasi sumatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran aktif pada prinsipnya merupakan model pembelajaran yang sangat menekankan aktifitas dan partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran.
Beberapa alasan menggunakan Active Learning adalah sebagKarakteristik peserta didik, hakikat belajar dan karakteristik lulusan yang dikehendaki.
Strategi pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar diantaranya :
1. Selalu berpenampilan menarik dan penuh wibawa
2. Memanfaatkan pertemuan pertama dengan siswa untuk perkenalan antar warga kelas
3. Membuat formasi
4. Menyiapkan semua peralatan yang akan digunakan di dalam ruang kelas sebelum memulai pembelajaran
5. Memulai proses belajar mengajar dengan materi yang ringan dan menantang
6. Selalu memulai dan mengakhiri pembelajaran tepat waktu serta dengan salam yang menghangatkan, yaitu salam penuh kasih dan hormat
7. Menggunakan bahasa yang santun, hormat, dan dengan nada bicara yang lembut
8. Memahami dan menghormati berbagai perbedaan yang ada
9. Menghormati kerahasiaan setiap siswa
10. Tidak merendahkan dan mencemooh siswa
11. Memberi kesempatan yang sama kepada semua siswa untuk bicara dan jangan mengintrupsi pembicaraan siswa
12. Bila seorang siswa mengemukakan pendapat, menjadi pendengar yang baik dan selanjutnya memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk memahaminya dan memberikan komentarnya
13. Memahami dan menghormati pendapat setiap siswa, bila perlu melancarkan kritik, menggunakan bahasa yang mengayomi, dan bila kritik bersifat pribadi seyogyanya dilakukan di ruang khusus
14. Sekali waktu, memberi kesempatan kepada siswa untuk memberikan saran atau kritik guna perbaikan proses pembelajaran
15. Menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan siswa di luar kelas
Implementasi Active Learning dapat dikembangkan menjadi 8 tahap yaitu :
(1) Orientasi
(2) Pembentukan kelompok
(3) Penugasan
(4) Eksplorasi
(5) Presentasi Materi dalam Kelas
(6) Pengecekan Pemahaman dan Pendalaman Materi
(7) Refleksi dan Umpan Balik
(8) Evaluasi Formatif
B. Saran
Alhamdulillah atas izin Allah SWT. akhirnya makalah ini dapat terselasaikan. Demi kesempurnaan pada makalah selanjutnya, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
http://edu-articles.com/strategi-pembelajaran-active-learning//2012/05/11/09:30
http://edweb.sdsu.edu/people/bdodge/Active/ActiveLearning.html/diakses:18-10-2012/14:25
http://tiascout.blogspot.com/2012/07/strategi-pembelajaran-aktif.html/diakses:18-10-2012/14:29
http://www.psb-psma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran.html/diakses:11-05-2012/09:00
Muhtadi, Ali. Makalah Implementasi Konsep Pembelajaran “Active Learning” Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Keaktifan Mahasiswa Dalam Perkuliahan.pdf
Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta
Silberman, Mel. 2004. Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif (terjemahan Sarjuli et al.). Yogyakarta : Yappendis
Walgito, Bimo. 1997. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset
Sejarah dan Peradaban Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembahasan pengertian sejarah peradaban islam ini, terdapat tiga konsep utama yang perlu di jelaskan terlebih dahulu, yaitu: “sejarah, peradaban dan islam”. Ketiga konsep tersebut pada gilirannya perlu dipahami sebagai suatu kesatuan konsep “Sejarah Peradaban Islam”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Sejarah, Peradaban dan Islam ?
2. Apa saja kegunaan Sejarah ?
3. Bagaimana hubungan Al-qur’an dan Hadits dengan Peradaban ?
4. Bagaimana metodologi penulisan sejarah ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian Sejarah, Peradaban dan Islam
2. Menjelaskan kegunaan Sejarah
3. Meneangkan hubungan Al-qur’an dan Hadits dengan Peradaban
4. Mengetahui metodologi penulisan sejarah
BAB II
PEMBAHASAN
PENGANTAR SEJARAH PERADABAN ISLAM
A. Pengertian Sejarah Peradaban Islam
a. Pengertian sejarah
Pengertian “Sejarah” secara etimologis dapat di telusuri dari asal kata sejarah yang sering dikatakan berasal dari kata Arab syajarah artinya“pohon kehidupan”.
Dalam bahasa asing lainnya, peristilahan sejarah tersebut: histor (perancis), geschicte (jerman), historieat geschiederis (Belanda) dan history (Inggris). Kata history sendiri lebih popular untuk menyebut sejarah dalam ilmu pengetahuan, sebetulnya berasal dari bahasa Yunani (Istoria) yang berarti pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat kronologis. Konsep sejarah dengan pengertiannya yang pertama memberikan pemahaman akan arti objektif tentang masa lampau dan hendaknya dipahami sebagai suatu aktualitas atau sebagai peristiwa itu sendiri. Adapun pemahaman atas konsep kedua, bahwa sejarah menunjukkan makna yang subjektif, sebab masa lampau itu telah menjadi sebuah kisah atau cerita, hal mana didalam proses pengkisahan itu terdapat kesan yang dirasakan oleh sejarawan berdasarkan pengalaman dan lingkungan.
b. Pengertian Peradaban
Dalam bahasa Indonesia, kata peradaban seringkali dipahami sama artinya dengan kebudayaan. Akan tetapi dalam bahasa Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut, yakni istilah civilization untuk peradaban dan culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam bahasa Arab, dibedakan antara kata tsaqafah (kebudayaan), kata nadlarah (kemajuan), dan kata tamaddun (peradaban), bahkan dalam bahasa melayu istilah tamaddun dimaksudkan untuk menyebut keduanya.
Peradaban dapat diartikan menjadi dua cara:
1. Proses menjadi keberadaban,
2. Suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang atau maju
Sejarah Peradaban Islam dapat juga diartikan sebagai perkembangan atau sejarah kemajuan kebudayaan islam dalam perspektif sejarahnya. Disini dapat pula dikemukakan makna peradaban islam dalam tiga pengertiannya yang berbeda-beda.
Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu suatu periode kekuasaan islam, mulai dari periode Nabi Muhammad SAW. Sampai perkembangan kekuasaanislam sekarang.
Kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh umat islam dalam lapangan kesusastraan, ilmu pengetahuan dan kesenian.
Ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan islam yang berperan melindungi pandangan hidup islam terutama dalam hubungannya dengan wadah-wadah penggunaan bahasa dan kebiasaan hidup bermasyarakat. Beberapa karya tentang sejarah (historiografi) umat islam yang ditulis oleh para ahli terdahulu menunjukkan model-model periodisasi sejarah islam yang berbeda-beda. Diantaranya, karya Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, membagi babakan sejarah dimaksud berdasarkan perkembangan islam pada masa Nabi dan para penguasa muslim melalui dinasti-dinasti islam, dalam karya lain seperti di tulis oleh Hasan Ibrahim Hasan, Islamic History And Culture (632-1986). Dalam karya-karya mutakhir tentang sejarah peradaban islam, para ahli cenderung menyederhanakan periodisasinya menjadi tiga babakan utama yaitu : periode klasik, periode pertengahan, dan periode modern.
c. Pengertian Islam
Secara bahasa, Islam berasal dari kata salima yang berarti selamat atau aslama yang berarti pasrah. Menurut istilah, kata Islam diartikan sebagai ajaran atau agama yang di bawa oleh seorang rasul yang diutus oleh Tuhan untuk disebarkan demi keselamatan umat manusia. Dan Islam mempunyai landasan atau sumber hukum syariat utama yang mengatur pola hidup umatnya yang berupa kitab suci Al-qur’an dan Hadits.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Sejarah Perdaban Islam adalah disiplin Ilmu yang mempelajari tentang hasil-hasil yang di capai umat Islam pada masa lampau yang mempunyai nilai kebudayaan tertinggi dalam segi ilmu pengetahuan, kesusastraan, kesenian, maupun politik dan pola pemerintahan.
B. Kegunaan Sejarah
Sejarah mempunyai arti penting dalam kehidupan begitu juga sejarah mempunyai beberapa kegunaan, diantara kegunaan sejarah antara lain :
1. Untuk kelestarian identitas kelompok dan memperkuat daya tahan kelompok itu bagi kelangsungan hidup.
2. sejarah berguna sebagi pengambilan pelajaran dan tauladan dari contoh-contoh di masa lampau, sehingga sejarah memberikan azas manfaat secara lebih khusus demi kelangsungan hidup.
3. sejarah berfungsi sebagai sarana pemahaman mengenai hidup dan mati.
C. Hubungan Al-qur’an dan Hadits dengan Peradaban
Sebagai umat Islam, kita meyakini Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber ajaran agama Islam, yang telah kita ketahui definisinya, Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya bernilai ibadah, dan Al-Hadits adalah sabda ( qoul ), perbuatan ( fi’li ), ketetapan (taqrir) dan sifat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam proses sejarah, ulama dalam berbagai generasi dengan berbagai usaha untuk memahami maksud-maksud yang ada pada kitab-kitab tersebut. Dalam memahami Al-Qur’an, sebagian ulama cenderung pada pendekatan kualitas keutamaan structural, mereka mengajukan metode Tafsir bi Al-Ma’tsur (bi Al-Riwayat) dengan prosedur penafsiran sebagai berikut :
1. Penafsiran ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an.
2. Penafsiran ayat Al-Qur’an dengan hadits Nabi.
3. Penafsiran ayat Al-Qur’an dengan qoul sahabat.
Begitu juga dengan Al-Hadits, ulama meverifikasi dengan melakukan dua pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan kuantitatif, dengan menghitung jumlah Rowi hadits pada setiap periode yang melahirkan hadits ahad dan mutawattir.
2. Pendekatan kualitatif, yang melahirkan hadits-hadits, yaitu shahih, hasan dan dha’if.
Dari penjelasan diatas, kita bisa mengetahui hubungan masing-masing dengan peradaban. Adapun hubungan Al-Qur’an dengan peradaban terdapat pada prosedur penafsiran Al-Qur’an bi al-ma’tsur karena merupakan produk pemikiran ulama’ dalam rangka memahami kandungan makna Al-Qur’an. Dan juga bisa disebut peradaban karena prosedur tersebut sudah maju ( terutama dari segi semangat memahami dan menjalani kitab suci ). Sedangkan hubungan Al-Hadits dengan peradaban terdapat pada ilmu verifikasi hadits ( ulum al hadits) karena merupakan gagasan ulama’ dan bisa dikatakan peradaban karena verifikasi dilakukan oleh ulama’. Akan tetapi sebagian umat Islam merasa keberatan apabila ilmu Al-Qur’an dan verifikasi hadits disebut sebagai kebudayaan atau peradaban.
D. Metodologi Penulisan Sejarah
Metode penulisan sejarah adalah metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penulisan peristiwa sejarah dan permasalahannya. Dengan kata lain, metode penulisan sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as written). Dalam ruang lingkup Ilmu Sejarah, metode penulisan itu disebut metode sejarah. Metode sejarah digunakan sebagai metode penulisan, pada prinsipnya bertujuan untuk menjawab enam pertanyaan (5 W dan 1 H) yang merupakan elemen dasar penulisan sejarah, yaitu what (apa), when (kapan), where (dimana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana). Pertanyaan-pertanyaan itu konkretnya adalah: Apa (peristiwa apa) yang terjadi? Kapan terjadinya? Di mana terjadinya? Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu? Mengapa peristiwa itu terjadi? Bagaimana proses terjadinya peristiwa itu? Dalam proses penulisan sejarah sebagai kisah, pertanyaan-pertanyaan dasar itu dikembangkan sesuai dengan permasalahan yang perlu diungkap dan dibahas. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itulah yang harus menjadi sasaran penulisan sejarah, karena penulisan sejarah dituntut untuk menghasilkan eksplanasi (kejelasan) mengenai signifikansi (arti penting) dan makna peristiwa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah Perdaban Islam adalah disiplin Ilmu yang mempelajari tentang hasil-hasil yang di capai umat Islam pada masa lampau yang mempunyai nilai kebudayaan tertinggi dalam segi ilmu pengetahuan, kesusastraan, kesenian, maupun politik dan pola pemerintahan.
Kegunaan sejarah antara lain :
1. Untuk kelestarian identitas kelompok dan memperkuat daya tahan kelompok itu bagi kelangsungan hidup.
2. sejarah berguna sebagi pengambilan pelajaran dan tauladan dari contoh-contoh di masa lampau, sehingga sejarah memberikan azas manfaat secara lebih khusus demi kelangsungan hidup.
3. sejarah berfungsi sebagai sarana pemahaman mengenai hidup dan mati.
Adapun hubungan Al-Qur’an dengan peradaban terdapat pada prosedur penafsiran Al-Qur’an bi al-ma’tsur karena merupakan produk pemikiran ulama’ dalam rangka memahami kandungan makna Al-Qur’an. Dan juga bisa disebut peradaban karena prosedur tersebut sudah maju ( terutama dari segi semangat memahami dan menjalani kitab suci ). Sedangkan hubungan Al-Hadits dengan peradaban terdapat pada ilmu verifikasi hadits ( ulum al hadits) karena merupakan gagasan ulama’ dan bisa dikatakan peradaban karena verifikasi dilakukan oleh ulama’.
Metode penulisan sejarah adalah metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penulisan peristiwa sejarah dan permasalahannya. Dengan kata lain, metode penulisan sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as written).
DAFTAR PUSTAKA
http://imgv24.scribdassets.com/img/word_document/38686693/164x212/27f7a01f74/1307506486/25-02-12/14:32
http://hitsuke.blogspot.com/2009/03/pengertian-sejarah-peradaban-islam.html/diakses:25-02-12/14:02
http://pandidikan.blogspot.com/2010/04/sejarah-peradaban-islam.html/25-02-12/14:33
Kehidupan Guru Pada masa Klasik
A. Pengertian kehidupan Guru
1. Pengertian Kehidupan
Pengertian secara nominal bahwa Kehidupan dari kata dasar ‘hidup’ mengandung banyak arti, antara lain:
a) masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya
b) mengalami kehidupan dalam keadaan atau dengan cara tertentu
c) memperoleh, mendapat rezeki dengan jalan sesuatu
d) berlangsung ada kerena sesuatu
e) tetap ada, tidak hilang
f) masih tetap dipakai
Kata hidup yang mendapat imbuhan ke-an , yang berarti “ cara, hal, atau keadaan hidup.” Dari makna kata hidup / kehidupan tersebut dapat dimaknai sebagai suatu keadaan sikap dan perilaku hidup manusia itu sendiri.
Mencermati pengertian atau makna kata Kehidupan tersebut relevansi nya dengan pokok pembahasan makalah ini, maka penulis membatasi secara operasional bahwa, yang dimaksud Kehidupan Guru Dalam Pendidikan Islam dimaksud ialah menggambarkan secara singkat perihal karakteristik profesionalitas Guru, Sosial ekonomi dan jaminan kesejahteraan mereka dalam mengemban missi pendidikan Islam secara preodik, sejak periode Nabi Muhammad Saw. hingga periode modern sekarang sesuai dengan tugas dan kewajiban serta tanggung jawab masing-masing.
2. Pengertian Guru dan Karakteristiknya
a. Pengertian Guru
Makna kata Guru ialah Orang yang pekerjaannya, mata pencaharian nya, profesinya mengajar, atau pengajar. Guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang murid, dialah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya, dengan Guru itulah murid hidup dan berkembang.
Di Indonesia, pengertian Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,dan mengeva luasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Istilah penyebutan Guru lebih dikenal dalam dunia pendidikan formal. Jika dicermati hakekat profesi Guru pada dasrnya adalah mendidik para muridnya. Dalam bahasa Arab, juga ditemukan beberapa istilah yang memiliki makna yang sama guru atau pendidik, yaitu ustadz, mudarris, mu’allim, mu’addib, dan murabbi.
Kata ustadz jamaknya asaatidz yang berarti teacher (guru), professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyiar. Adapun kata mudarris berarti teacher (guru), instructor (pelatih), lecture (dosen). Sedangkan kata mu’allim yang juga berarti teacher (guru), instructor (pelatih), dan trainer (pemandu). Sedangkan kata mu’addib berarti educator (pendidik) atau teacher in koranic school (Guru dalam lembaga pendidikan al-Quran). Kata ”murabbi”, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. ”Sebagai murabbi ia bertanggung jawab memantau perkembangan keperibadian anak dari segala dimensinya.”
b. Persyaratan Dasar dan Karakterristik Guru
Menurut Al-Kanani (w. 733 H), seperti yang dikutip oleh Ramayulis, bahwa ada beberapa persyaratan seorang pendidik (Guru) dalam pandangan pendidikan Islam sebagai berikut:
1. Persyaratan pendidik berhubungan dengan dirinya sendiri.
2. Persyaratan yang berhubungan dengan Profesionalisme, syarat-syarat pedagogis dan didaktis
3. Syarat-syarat pendidik (Guru) kaitannya dengan motivasi pola komunikasi di tengah-tengah muridnya.
Muhammad Athiyah Al-Abrasy mengemukakan beberapa karakteristik atau sifat pendidik (Guru) sebagai berikut :
1. Seorang pendidik bersifat zuhud, artinya melaksanakan tugasnya bukan bertujuan materi, melainkan mendidik untuk mencari keridhaan Allah.
2. Seorang pendidik harus bersih lahir batin, jauh dari dosa dan kesalahan, sifat ria dengki, permusuhan, dan sifat –sifat tercela lainnya.
3. Seorang pendidik harus ikhlas dalam menjalankan tugasnya dan memiliki sifat-sifat terpuji lainnya, seperti tawaddhu , jujur, lemah lembut, dsb.
4. Seorang guru harus bersifat pemaaf, terhadap muridnya, ia mampu menahan diri dan kemarahan, lapang hati, bersabar dan mempunyai harga diri.
5. Seorang pendidik harus mencintai dan memeperhatikan muridnya seperti cinta dan perhatiannya terhadap anak-anaknya sendiri.
6. Seorang pendidik harus mengetahui karakter, tabiat, sikap perilaku, potensi dan bakat setiap muridnya.
7. Seorang pendidikharus menguasai materi pelajaran yang ia berikan kepada para muridnya.
Dengan demikian tugas yang mesti diemban oleh Guru (pendidik) tidaklah mudah, sebab Islam menuntut pendidik (Guru) tersebut melakukan terlebih dahulu apa-apa yang akan ia ajarkan. Dengan begitu, pendidik akan mampu menjadi teladan (uswah) bagi peserta didiknya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh pendidik yang mulia, yaitu Nabi Muhammad SAW.
B. Kompetensi Mengajar Guru
Sebelum kita membahas guru masa klasik kita fahami terlebih dahulu batasan masa klasik tersebut, para penulis barat mengidentikan masa klasik dengan masa kegelapan; sementara para penulis muslim mengidentikannya dengan masa keemasan, maka untuk mempertegas batasan tersebut sesuai dengan pandangan Harun Nasution bahwa periode klasik di mulai pada tahun 650 hingga 1250 M yaitu sejak Islam lahir hingga kehancuran Baghdad. Secara garis besar penulis menggambarkan kriteria guru pada masa Islam klasik dengan mengambil pendapat para filosof Islam yang hidup antara tahun 650 hingga 1250 M, atau yang biasa disebut masa keemasan Islam hingga runtuhnya Baghdad.
1) Kompetensi Guru Menurut Ibnu Sina
Ibnu Sina memberikan konsep guru berkisar tentang guru yang baik, dalam hal ini Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik harus mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Guru haruslah berakal cerdas,
2. mengetahui cara mendidik akhlak,
3. cakap dalam mendidik anak,
4. berpenampilan tenang,
5. jauh dari berolok-olok dan main-main di hadapan muridnya,
6. tidak bermuka masam, sopan santun, bersih, dan suci dari murni.
Lebih jauh Ibnu Sina menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya dari kaum pria yang terhormat, menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam mendidik anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak, tidak keras hati. Selain itu guru juga harus lebih mengutamakan kepentingan umat dari pada kepentingan diri sendiri, menjauhkan diri dari orang-orang yang berakhlak rendah, sopan santun dalam berdebat, berdiskusi dan bergaul.
Jika diperhatikan secara seksama, Ibnu Sina menggambarkan guru sebagai potret tauladan yang menekankan unsur kompetensi atau kecakapan dalam mengajar dan juga berkepribadian yang baik. Dengan kompetensi itu seorang guru akan dapat mencerdaskan anak didiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan yang diajarkannya, dan dengan akhlak ia akan dapat membina mental dan akhlak anak.
2) Kompetensi Guru Menurut Ibnu Maskawih
Ibnu Miskawih menempatkan guru sejajar dengan Nabi, terutama dalam hal cinta kasih, cinta kasih terhadap pendidik menempati urutan kedua setelah cinta kasih terhadap Allah. Sementara guru yang dimaskud oleh Ibnu Maskawih bukan sekedar guru formal karena jabatan, guru biasa adalah guru yang memiliki persyaratan anatara lain : bisa dipercaya, pandai, sejarah hidupnya tidak tercemar di masyarakat, selain itu ia juga harus menjadi cermin atau panutan dan bahkan harus lebih mulia dari orang yang dididiknya.
3) Kompetensi Guru Menurut Imam Al-Ghazali
Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin di terangkan seorang guru haruslah memiliki kriteria sebagai berikut :
a) Belas kasih kepada para pelajar dan hendaklah memperlakukan mereka seperti anak-anaknya sendiri.
b) Hendaknya pengajar mengikuti pemilik syara’ Muhammad SAW, sehingga ia mengajarkan ilmu bukan untuk mencari upah dan tidak memaksudkannya untuk mencari balasan, tidak pula supaya dipuji, melainkan ia mengajar demi mengharapkan ridho Allah Ta’ala dan agar bisa mendekatkan diri kepada-Nya.
c) Hendaklah pengajar tidak membiarkan sedikitpun dari membaguskan pelajar. Yaitu dengan mencegahnya dari menempatkan diri pada satu martabat sebelum masanya dan menekuni ilmunya yang tersembunyi, sebelum selesai dari ilmu yang nyata. Kemudian pengajar mengingatkan pelajar, bahwa tujuan menuntut ilmu, ialah mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, bukan untuk mencari kedudukan, kebanggaan dan bermegah-megah.
d) Tugas ini termasuk lembutnya peraturan mengajar, yaitu pengajar hendaknya mencegah pelajar dari buruknya akhlak, sedapat mungkin dengan cara menyindir, tidak terang-terangan dan dengan cara belas kasih, bukan dengan cara menjelek-jelekan. Sebab, menerangkan buruknya akhlak itu membuka rahasia diri dan menyebabkan berani melawan pengajar, serta membangunkan keinginan untuk tetap pada akhlak yang buruk itu.
4) Kompetensi Guru Menurut Imam Abu Hanifah
Dalam kitab Ta’limul Muta’allim Imam Abu Hanifah menyarankan agar memilih guru dengan melihat yang lebih alim, lebih waro, lebih berusia, santun, dan penyabar di setiap urusa.
C. Pranata Sosial Guru
Di lihat dari kedudukan social dan penghasilan guru pada masa islam klasik di kategorikan kepada tiga golongan :
1. Guru Sekolah Taman Kanak-Kanak (Mu’allim Kuttab)
Muallim kuttab, merupakan guru yang berstratifikasi social paling rendah dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini di sebabkan banyaknya tingkahlaku mereka yang di pandang rendah di mata masyarakat, di antaranya :
• Ketika seorang anak membaca Al-Qur’an dan sampai pada kalimat, wainna ‘alaika la’nata, anak tersebut mengulang-ulang bacaannya sambil melihat ke wajah gurunya, kemudian gururnya tersebut marah dan berkata wainna ‘alaika la’nata wa ‘ala walidaika, kemudian anak itu berkara didalam kitabku Cuma ada wainna ‘alaika la’nata,apakah guru menginginkan ku untuk membaca ‘alaika la’nata wa’ala walidaika.
• Pada suatu waktu ada juga mu’allim kuttab tersebut membacakan ayat ghulibatirrumu fi adnal ardi, tetapi dengan sengaja beliau membacanya ghulibatit turki, para orangtua murid berusaha membenarkannya tetapi mu’allim tersebut berargumen itu tidak penting Rumawi dan Turki sama saja kedua-dunya musuh kita.
• Pada suatu waktu juga muallim mengajarkan kepada seorang anak dengan menggabungkan ayat-ayat sebagai berikut :
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Qs Lukman :13)
•
Artinya : Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, Maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia."(QS.Yusuf :5)
Artinya : Dan akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya. karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu Yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar. (QS: At Thariq : 16-17)
Ayat tersebut di gabung-gabungkan dengan surat yang lain, mendengar semua itu orang-orang di sekelilingnya merasa terkejut seraya berkata, ada apa ini ? akan tetapi mu’allim tersebut berkata habis bagaimana orangtua dari murid ini selalu terlambat membayar spp sehingga bulan yang satu bergabung dengan bulan yang lainnya, maka aku gabung saja ayat-ayat tersebut agar anak ini tidak mendapat apa-apa sebagaimana aku juga demikian tidak mendapat apa-apa.
Di kota Palermo terdapat kurang lebih 300 orang guru mu’llim kuttab yang kebanyakan diantara mereka menderita sakit sawan, ceroboh dan bodoh. Inilah faktor lain yang melahirkan image kurang baik di mata masyarakat. Namun demikian tidak semua mu’allim kuttab ceroboh dan bodoh, ada sebagian mereka yang ahli dalam bidang sastra, ahli khat dan fuqaha, mereka inilah golongan mu’allim kuttab yang di segani dan di hargai, di antaranya Kuwait Ibnu Zaid, Abdul Hamid Al-Katib, Qais Ibnu Sa’ad Husain Al-Mu’allim dan Ali Sa’id Al-Mu’allim.
Sebenarnya masih banyak lagi fenomena-fenomena yang menyebabkan rendahnya para mu’allim kuttab di mata masyarakat. Melihat fenomena di atas merupakan salah satu penyebab rendahnya status social mereka di mata masyarakat, karena ketidak profesionalan mu’allim kuttab, membuat masyarakat memandang rendah meskipun kedudukan mereka adalah sebagai seorang guru.
Di samping itu, taraf ekonomi mu’allim kuttab pun sangat rendah, hal ini merupakan sebuah dampak dari paradigma masyarakat setempat karena mu’allim kuttab mengajarkan Al-Qur’an dan dasar-dasar agama, maka di harapkan mereka pun mengikuti ulama sebelumnya yakni tidak memerima upah dari mengajarkan Al-Qur’an, atau setidaknya mereka di tuntut untuk bersikap zuhud menerima apa adanya.
2. Pendidik Putera-Putera Pembesar (Muaddib)
Berbeda dengan mu’allim kuttab yang peserta didiknya adalah anak-anaka usia TK dan SD sedangkan muaddib mengajarkan putra raja yang beranjak dewasa, pekerjaan ini banyak di gemari masyarakat pada masa itu, karena status social mereka pun menjadi tinggi dengan menjadi mu’addib. Ada persyaratan khusus bagi mu’addib, yakni keilmuan yang memadai, adabnya dan berakhlak mulia. Menjadi mu’addib bagi putra-putra raja adalah suatau pekerjaan yang terhormat yang mendatangkan keuntungan moril dan materil bagi orang-orang yang melakukannya, karena mereka di pandang sebagai pembimbing raja dan pemelihara kerajaan.
Perhatian para raja terhadap muaddib karena sesuai dengan tugas mereka mendidik dan membimbing putra mahkota, menjadikan status social mereka tinggi di mata masyarakat, bahkan terkadang nama muaddib di sandangkan atau di tambahkan dengan gelar keturunan kerajaan. Memang tidak semua orang berminat untuk menjadi mu’addib dengan alasan takut tergiur dengan materi duniawi (zuhud dan wara) seperti Al-Chalil Ibnu Ahmad. Diantara muaddib yang terkenal adalah Adlahhak Ibnu Muzahim ‘Amir Asy-Sjabi (pendidik putra-putra Khalifah Abdul Malik Ibnu Marwan), Muhammad Ibnu Muslim Az Zuhri (pendidik Ibnu Hisyam Ibnu ‘Abdil Malik), Abdus Shomad Ibnu ’Abdil A’la (pendidik Al-Walid Ibnu Zaid), dan masih banyak lagi.
Taraf ekonomi muaddib sangatlah makmur dan tercukupi baik bagi dirinya maupun untuk menopang keluarganya selain gaji pokok yang di terimanaya muaddib juga banyak yang diberikan tempat tinggal, bintang ternak, pelayan, budak dan lain sebagainya sehingga taraf ekonominya terjamin dan terpenuhi, menurut riwayat yang ada rata-rata gaji muaddib sebulannya itu berjumlah seribu dirham.
3. Guru-Guru di Madrasah-Madrasah dan di Masjid-masjid
Sama halnya dengan muaddib, guru-guru di madrasah-madrasah dan masjid-masjid juga mendapatkan penghormatan yang tinggi di mata masyarakat, karena guru merupkan lampu penerang bagi masyarakat setempat, kedudukan ulama ibarat lampu penyinar bagi kerajaan, bahkan Abdul Aswad Ad Duali pernah berkata tidak ada sesuatu apapun yang lebih mulia dari ilmu pngetahuan, raja-raja adalah penguasa atas rakyat dan ulama adalah penguasa atas raja-raja. Masih banyak lagi riwayat yang menerangkan tingginya kedudukan para guru dan ulama di mata masyarakat. Riwayat-riwayat yang digambarkan menunjukkan betapa tingginya kedudukan para ulama di hati masyarkat luas pada masa itu.
Taraf ekonomi para guru di sekolah atau madrasah sangtlah makmur, mereka telah menikmati taraf keuangan yang menyenangkan karena para khalifah, sulthan dan pembesar sangatlah memperhatikan segala kebutuhan mereka, dan bantuan bantuan dari para khalifah pun tidak putus-putus sehingga mereka hidup dalam kemakmuran. Penghargaan terhadap ilmu pengetahuan sangatlah meningkat sehingga membuat para ulama menikmati hasil jerih payah mereka dengan bayaran yang sangat mahal, seperti halnya Al-Djahiz yang dulunya hanyalah seorang penjual roti akan tetapi berkat keilmuannya beliau mendapatkan uang dari kitab-kitab yang di berikannya pada para khalifah, seperti Kitabul Hajawan yang diberikan kepada Khalifah Muhammad Ibnu Abdil Malik dan di berikan uang darinya sebesar lima ribu dinar, kitab Al-Bayan Wa Tabyin yang di berikan pada khalifah Ibnu Abi Daud dan mendapatkan uang darinya lima ribu dinar, dan kitab Azzar’u Wa Nahl kepada Ibrahim Ibnu Abbas Assuli dan mendapatkan uang darinya lima ribu dinar.
Pada masa daulah fathimiyyah gaji guru sangatlah tinggi, berikut tabel daftar gaji guru dan pejabat Negara :
No Jabatan Gaji per bulan
1 Menteri 5000 Dinar
2 Anak Menteri 200-300 Dinar
3 Sekretaris Ad Das Asyarif 150 Dinar
4 Ajudan (Protocol) 120 Dinar
5 Qadil Al-Qudlah 100 Dinar
6 Da’I Ad Du’ah 100 Dinar
7 Guru-Guru 100 Dinar
8 Kepala Baitul Mal 100 Dinar
9 Hamil Arrisalah (Deputi) 100 Dinar
10 Pemimpin Arsip 100 Dinar
11 Penyimpan Pedang 70 Dinar
12 Penyimpan Tombak 70 Dinar
13 Kepala Dewan Pertimbangan 70 Dinar
14 Dokter Pribadi 50 Dinar
15 Kepala Dewan Peneliti 50 Dinar
16 Kepala Dewan Majlis 50 Dinar
17 Khatib Masjid 10-20 Dinar
18 Penyair Khalifah 10-20 Dinar
19 Dokter Istana 10 Dinar
D. Peranan guru dalam kehidupan masyarakat
Peranan guru dalam kehidupan masyarakat sangatlah erat, karena bagaimanapun juga sebagai seorang pendidik di sekolah guru juga merupakan salah satu bagian dari masyarakat, guru adalah makhluk social yang selalu berinteraksi dengan masyarakat dimana ia tinggal, maka salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru adalah kompetensi social disamping kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, dan kompetensi professional. Keberadaan seorang guru di tengah masyarakat sangatlah dominan, karena paradigma yang berkembang pada masa itu sangatlah menomorsatukan peranan guru dalam pembelajaran, salah seorang dari mereka pernah berkata “kebodohan yang terbesar adalah mengangkat lembaran-lembaran buku sebagai syekh,maksudnya belajar tanpa guru, juga disebut dalam kitab Asj-Skwa , bahwa “siapa yang tidak mempunyai syeikh berarti ia tidak beragama, dan siapa yang tidak mempnyai ustad berarti ia beriman kepada setan.
Ciri utama guru pada masa ini adalah pentingnya peranan individu guru, karena guru yang alim dan terkenal lebih dominan dari pada lmbaga pendidikan yang formal. Guru yang semacam ini banyak menarik perhatian masyarakat setempat, bahkan masyarakat yang jauh pun senantiasa datang untuk duduk mendengarkan ilmu yang disampaikan oleh guru-guru tersebut. Terlebih guru yang telah memperlajari hadits dan membangun sistim teologi serta hukum yang berlaku dikalangan mereka.
Guru pada masa klasik terkenal dengan system pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centred oriented), bukan instution oriented. Karena selain mengajarkan ilmu, para guru juga menentukan perencanaan sampai pada pengaplikasian proses belajar mengajar. Jadi bukan institusi yang mengharuskan muridnya belajar pada guru yang telah di tentukan melainkan sebaliknya murid yang memilih guru tersebut sesui dengan kehendak mereka yang dan yang mereka anggap mampu untuk mengajarkannya. Hal ini senada yang di paparkan oleh Syeikh Az-Zarnuji dalam kitabnya ta’lim muta’lim, yakni sebelum belajar hendaknya memilih gurunya terlebih dahulu, hal ini di maksudkan agar ketika pembelajaran di mulai tidak ada rasa menyesal kemudian pindah ke lain guru, karena hal ini akan menyakiti hatinya.
Secara sosioligis guru mempunyai peranan penting pada masyarakat sekitar, meskipun guru tidak membatasi sampai kapan harus belajar dengannya akan tetapi bukan berarti melepaskan begitu saja murid-muridnya dalam bermasyarakat. Para guru memantau perkembangan dan pergaulan murid-muridnya tersebut, sampai ketika para murid tersebut mendapatkan ijazah, yakni sebuah tradisi yang diberikan guru kepada muridnya sebagai tanda selesainya satu ilmu atau satu kitab yang di kuasainya, yang kemudian dengan ijazah tersebut murid bisa mengajarkan ilmu yang ia peroleh dari guru tersebut kepada yang lainnya. Tradisi ijazah pertama kali ada dalam sejarah pendidikan islam pada bulan Shafar tahun 304 Hijriyah, yang diberikan oleh Muhammad Ibnu Abdullah Ibnu Ja’fr Al-Himyari kepada Abu Amir Sa’id Ibnu ‘Amr, karena telah selesai menyelesaikan kitab Qurbul Isnad.
Menurit Hasan Hafidz secara umum peranan guru menjadi dua yakni sebagai murabbi dan penggerak masyarakat. Sebagai murabbi ia mempunyai tanggung jawab menjaga kepribadian anak dan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Sedangkan sebagai penggerak masyarakat, ia memiliki kewajiban untuk memberikan layanan kepada masyarakat dengan baik, membangkitkannya dan mengangkatnya ke peradaban yang lebih maju.
E. Organisasi Guru Pada Masa Klasik
Organisasi yang terkenal pada masa klasik dan pertengahan adalah Syarikat Guru, yakni sebuah organisasi yang menghimpun para guru dan mengatur kepentingan-kepentingan para guru tersebut. Peranan organisasi ini sangtlah penting, karena selain sebagai sarana untuk mengangkat guru baru yang sekiranya sedah mencukupi dan mumpuni untuk menjadi seorang guru, yang mana hal ini tidak ada cmpur tangan pemerintah.
Bukan hanya di kalangan guru, organisasi guru ini juga berperan dalam pemerintah setempat, dengan adanya guru maka ilmu pengetahuan bisa menyebar luas dan ini sangat membantu program pemerintah, tidak hanya itu, ketika penguasa memiliki suatu aliran dan pemahaman yang di yakini pemerintah saat itu para guru embantu untuk memberikan pemahamab dan pengajaran pada masyarakat setempat, hal ini tentu menjadi sebuah kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak (mutualisme). Bukan hanya pemerintah yang di untungkan dengan keberadaan guru, guru pun mereasa terbantu dengan pemerintah tersebut.
Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang pemeluk Islamnya terbanyak sudah barang tentu mempunyai sejarah tentang keislaman tersebut. Bagaimana Islam masuk ke Indonesia dan perkembangannya terutama dibidang perkembangan ilmu setelah Islam masuk ke Indonesia.
Sebagai umat Islam kita hendaknya mengetahui hal tersebut, oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan membahas tentang perkembangan pendidikan seputar masuknya islam ke Indonesia. Dengan harapan menjadi tambahan wawasan bagi para pembaca dan pelatihan bagi penulis khususnya. Dengan meminta pertolongan dari Allah SWT marilah kita bahas masalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah masuknya Islam ke Indonesia ?
2. Bagaimana perkembangan pendidikan Islam pada masa masuknya Islam ke Indonesia ?
C. Tujuan Masalah
1. Supaya mahasiswa mengetahui hakikat dari sejarah masuknya Islam ke Indonesia.
2. Supaya mahasiswa mengetahui bagaimana perkembangan pendidikan Islam pada saat Islam masuk ke Negara Indonesia dan bagaimana realisasinya
BAB II
PEMBAHASAN
SEPUTAR MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
A. Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia
Islam masuk ke Indonesia akibat adanya perdagangan dipelayaran internasional. Pada saat itu , jalur perdagangan internasional Timur Tengah-India- Malaka –Cina merupakan satu-satunya jalur perdagangan Asia yang sangat ramai. Bersamaan dengan kesibukan perdagangan antar bangsa yang melewati Indonesia itulah Islam mulai masuk ke Indonesia.
Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, terdapat tiga teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara.
1. Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islammasuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islamyaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islamdan banyak pedagang Islamdari India yang menyebarkan ajaran Islam.
2. Teori Mekkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islammasuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).
Dasar teori ini adalah:
a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam(Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad ke-13 sudah berdiri kekuasaan politik. Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke-7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
3. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islammasuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tandatanda bunyi Harakat.
d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik. Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).
Disamping ketiga bangsa tersebut, para pedagang dan angkatan laut dari China (Ma Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampoawan), mengenalkan islam di pantai dan pedalaman Jawa dan sumatera, dengan bukti antar lain :
1. Gedung Batu di semarang (masjid gaya China).
2. Beberapa makam China muslim.
Dari beberapa bangsa yang membawa Islam ke Indonesia pada umumnya menggunakan pendekatan cultural, sehingga terjadi dialog budaya dan pergaulan social yang penuh toleransi.
B. Pendidikan Islam Pada Masa Masuknya Islam ke Indonesia
Penyebaran pengaruh Islam yang berasal dari Jazirah Arab ke Asia dan benua lainnya, menimbulkan munculnya pusat-pusat agama Islam dikawasan tersebut yang berguna sebagai pusat pemerintahan dan peradaban, juga berperan dalam penyebaran pengaruh Islam ke wilayah sekitarnya.
1. Peran Pedagang dalam penyebaran pendidikan Islam
Para pedagang yang menjalin hubungan dengan pedagang Indonesia tidak hanya pedagang Cina tetapi juga pedagang India, Persia, Arab, Mesir dan Turki. Adanya interaksi sosial antara pedagang muslim dengan masyarakat setempat inilah yang akhirnya memberi pengaruh masuknya nilai-nilai dan ajaran Islam sehingga semakin banyak yang memeluk agama Islam.
Adapun sistematis yang dilakukan para pedagang dalam penyampaian dakwahnya adalah sebagai berikut:
a. Mula-mula para pedagang berdatangan ke pusat perdagangan
b. Kamudian mulai ada yang bertempat tinggal, baik sementara maupun menetap.
c. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan muslim dari negeri asing yang disebut pekojan.
d. Status sosial yang tinggi, memudahkan mereka mengawini pribumi baik rakyat biasa maupun anak bangsawan.
e. Sebelum pernikahan, calon istrinya di-Islam-kan dahulu dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
f. Lambat laun berkembang menjadi perkampungan, masyarakat dan kerajaan Islam.
Sehingga dengan demikian, para pedagang mempunyai andil besar dalam penyebaran Islam melalui pendidikan sosial kemasyarakatan, seperti cara berdagang islam, cara bermasyarakat, upacara pernikahan sampai pada cara bersosialisasi sehari-hari yang telah mereka praktekkan dalam kehidupan kesehariannya.
2. Peran Ulama’ dalam penyebaran pendidikan Islam di Indonesia
Agama Islam yang diperkenalkan kepada bangsa Indonesia mempunyai bentuk yang menunjukkan persamaan dengan alam pikiran yang telah dimiliki oleh orang-orang yang dulunya menganut agama Hindu Syiwa dan Budha Mahayana. Hal ini menyebabkan ajaran Islam yang diperkenalkan semakin mudah dimengerti dan dipahami.
Salah satu cara agar pemahaman tentang Islam mudah diterima oleh masyarakat adalah melalui gambaran-gambaran. Tidak langsung pada inti pembahasan yang mungkin sulit diterima, antara lain melalui gending-gending jawa, gending-gending dolanan, wayang kulit dan hikayat.
Para Ulama’ yang pada waktu itu terkenal dengan sebutan Wali Songo telah mempunyai andil besar dalam hal ini, diantaranya:
1. Sunan Maulana Malik Ibrahim yang berasal dari Turki selain menguasai ilmu-ilmu agama juga ahli dalam bidang tata negara sehingga ia mampu mensinergikan antara adat istiadat penduduk asli dengan syari’at Islam.
2. Sunan Ampel yang berasal dari Aceh juga memprakarsai berdirinya pesantren Ampel Denta dan Kerajaan Islam Demak.
3. Sunan Drajat yang merupakan putra Sunan Ampel sebagai pencipta gending pangkur.
4. Sunan Bonang yang juga putra Sunan Ampel sebagai pencipta gending durma.
5. Sunan Giri sebagai pendiri pesantren di Giri yang juga menciptakan gending asmaradana dan gending pucung selain itu beliau juga menciptakan permainan anak-anak yang berjiwa Islam, seperti ilir-ilir, jamuran dan cublak-cublak suweng.
6. Sunan Kalijaga yang lahir dituban Jawa Timur menyebarkan Islam melalui cerita wayang.
7. Sunan Kudus, beliau berasal dari Palestina adalah seorang yang pandai mengarang dan pencipta gending mas kumambang dan gending mijil.
8. Sunan Muria adalah putra sunan Kalijaga adalah pencipta gending sinom dan kinanti.
9. Sunan Gunung Jati yang berasal dari Palestina dan sebagai panglima perang kerajaan Demak, beliau aktif berdakwah melalui sosial politik.
3. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
Selain itu, pondok pesantren yang dianggap sebagai sistem pendidikan paling tua di Indonesia merupakan lembaga pendidikan Islam yang penting dalam penyebaran agama Islam pada waktu itu. Pesantren inilah yang akhirnya menampung anak-anak bangsa yang tidak diperbolehkan oleh penjajah untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan pemerintah.
Para santri yang telah keluar dari pesantren ini, kemudian akan menjadi tokoh agama, menjadi kyai dan mendirikan pesantren lagi. Sehingga dengan adanya pesantren ini, penyebaran pendidikan Islam tidak akan terputus. Demikian seterusnya sehingga semakin lama Islam semakin berkembang.
4. Peran kerajaan Islam dalam penyebaran pendidikan Islam di Indonesia
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana.
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
1. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i
2. Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim \
3. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
4. Biaya pendidikan bersumber dari negara.
Kerajaan Aceh darussalam yang juga melaksanakan pendidikan Islam yang diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah dan mempunyai multi fungsi antara lain:
1. Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
2. Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Dan tidak hanya itu, hampir disemua daerah mempunyai lembaga pendidikan sendiri baik milik negara/ kerajaan ataupun pondok pesantren yang dimiliki perseorangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun masuknya Islam ke Indonesia mempunyai tiga teori yaitu teori gujarat, teori mekkah dan teori persia yang semuanya telah dijelaskan dengan detail bagaimana sesungguhnya proses masuknya Islam ke Indonesia.
Dan perkembangan pendidikan Islam di indonesia pada saat itu tidak lepas dari peran para pedagang, para ulama yang terkenal dengan wali sanga, peran pesantren sebagai lembaga Islam dan peran kerajaan-kerajaan islam sebagai pemerintah yang menerapkan nilai-nilai ke-Islam-an.
B. Saran
Segala syukur kita haturkan kepada Dzat yang maha Agung yang telah memberikan kepada penulis sebuah inspirasi yang insya Allah bermanfaat sebagai bentuk kasih sayang Dzat maha Dahsyat kepada hambanya. Serta shalawat salam kepada Rasul-Nya yang dimuliakan sebagai pintu gerbang terbukanya segala ilmu dari Dzat pembuat ilmu.
Selanjutnya sebagai manusia yang pasti mempunyai salah dan lupa, penulis mengharapkan saran dan kritik dari saudara pembaca yang budiman guna kesempurnaan makalah ini dan makalah yang mendatang dan untuk penyemangat bagi penulis khususnya dan teman-teman pembaca yang budiman umumnya.
Demikian makalah ini penulis buat dengan inayah Allah dan akhir kata penulis ucapkan “selamat meraih kesuksesan dunia akhirat”.
DAFTAR PUSTAKA
http://imamsahabatmu.wordpress.com/makalah/pedidikan-islam-pada-masa-masuknya-islam-ke-indonesia/23-12-11/11:16
Alasror. 2008. Proses masuknya Islam ke Indonesia. Alasrar.wordpress.com
http://sejarawan.wordpress.com/2008/01/21/proses-masuknya-islam-di-indonesia-nusantara/23-12-11/11:25
Zauharini, et.al. 2000. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Bumi Aksara, set 6 Ibid, 136
Perkembangan Masa Remaja
1. Masa remaja sebagai periode yang penting
Bagi sebagian besar anak muda, usia diantara dua belas dan enam vbelas tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh dengan kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Tak dapat disangkal, selama kehidupan ini perkembangan berlangsung semakin cepat, dan lingkungan yang baik semakin lebih menentukan, tetapi yang bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang memperhatikan perkembangan atau kurangnya perkembangan dengan kagum, seang atau takut.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dengan sesuatu atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahup perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan
Ada lima perubahan yang sama yang hamper bersifat unifersal. (1) meningginya emosi, yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. (2) perubahan tubuh, bagi remaja masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih sulit diselesaikan dibandingkan dengan masalah yang dihadapi sebelumnya. (3) perubahan minat. (4) perubahan perilaku. (5) ingin kebebasan dan takut bertanggung jawab.
Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity(Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti John W. Santrock (2011) dan juga DeBrun (dalam Rice,1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja merupakan masayang amat kritis yang mungkin dapat merupakan the best of time and theworst of time.
Dari sisi usia remaja, para ahli perkembangan (developmentalist) membaginya ke dalam beberapa periode seperti; Elizabert B Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Kemudian Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan aliran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun. Usia kronologis ini terbagi menjadi tiga, yaitu;
1. Remaja awal : usia antara 11 hingga 13 tahun
2. Remaja pertengahan : usia antara 14 hingga 16 tahun
3. Remaja akhir : usia antara 17 hingga 19 tahun.
PSIKIS REMAJA
Remaja Awal
Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi Pada masa ini, remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini sering disebut strom and stress. Remaja sesekali sangat bergairah dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedih yang sangat, rasa percaya diri berganti rasa ragu-ragu yang berlebihan, termasuk ketidaktentuan dalam menentukan cita-cita dan menentukan hal-hal yang lain.
Status remaja awal yang membingungkan Status mereka tidak hanya sulit ditentukan, tetapi juga membingungkan. Perlakuan orang tua terhadap mereka sering berganti-ganti. Orang tua ragu memberikan tanggungjawab dengan alasn mereka masih “kanak-kanak”. Tetapi saat mereka bertingkah kekanak-kanakan, mereka mendapat teguran sebagai “orang dewasa”. Karena itu, mereka bingung akan status mereka.
Banyak masalah yang dihadapi remaja Remaja awal sebagai individu yang banyak mengalami masalah dalam kehidupannya. Hal ini dikarenakan mereka lebih mengutamakan emosionalitas sehingga kurang mampu menerima pendapat orang lain yang bertentangan dengan pendapatnya. Faktor ini disebabkan karena mereka menganggap bahwa dirinya lebih mampu daripada orang tua.
Remaja Akhir
Pada masa ini terjadi proses penyempurnaan pertumbuhan fisik dan perkembagngan psikis. Stabilitas mulai timbul dan meningkat Stabilitas mulai timbul dan meningkat dalam aspek psikis. Demikian pula stabil dalam minat-minatnya; pemilihan sekolah, jabatan, pakaian, pergaulan dengan sesame ataupun lain jenis. Mereka mulai menunjukkan kemantapan serta tidak mudah berubah pendirian. Proses menjadi stabil ini akan lebih cepat apabila orang tua berperan dengan lebih demokratis.
Citra diri dan sikap pandang yang lebih realistis Disini remaja mulai menilai dirinya sebagaimana adanya (apa adanya), menghargai miliknya, keluarganya dan orang lain seperti keadaan sesungguhnya. Menghadapi masalahnya secara lebih matang Hal ini disebabkan oleh karena kemampuan piker remaja akhir yang telah lebih sempurna dan ditunjang oleh sikap pandangan yang lebih realistis. Perasaan menjadi lebih tenang Mereka tidak lagi menampakkan gejala-gejala strom and stress sehingga muncullah suatu ketenangan dalam diri mereka.
Perubahan Fisik Selama Masa Remaja
Periode sebelum masa remaja ini disebut sebagai PERIODE PUBERTAS (ambang pintu masa remaja). PUBERTAS jelas berbeda dengan masa REMAJA, walopun bertumpang tindih dengan masa remaja awal.
CIRI-CIRI REMAJA AWAL(Teenagers)
1. Terjadi pertumbuhan fisik yang pesat
2. Dalam jangka 3-4 tahun anak bertumbuh hingga tingginya hampir menyamai tinggi ortu.
3. Pertumbuhan anggota badan dan otot-otot sering tidak seimbang. Akibatnya……
4. Pada laki-laki mulai memperlihatkan penonjolan otot-otot pada dada, lengan, paha dan betis. Pada wanita mulai menunjukkan mekar tubuh yang membedakannya dengan tubuh kanak-kanak.
5. Dalam hal kecepatan pertumbuhan, terutama nampak jelas dalam usia 12-14 tahun remaja putri bertumbuh demikian cepat meninggalkan pertumbuhan remaja pria.Akibatnya….
6. Dalam masa pertumbuhan ini baik remaja pria maupun remaja wanita cenderung ke arah memanjang dibanding melebar.
7. Kematangan kelenjar seks pada usia 11/12 th – 14/15 th.Biasanya pertumbuhan itu lebih cepat pada remaja putri dibanding remaja putra.
CIRI-CIRI REMAJA AKHIR
1. Pertumbuhan fisik remaja relatif berkurang dengan kata lain tidak sepesat dalam masa remaja awal.Bagi remaja pria pada usia 20 th dan remaja wanita 18 th keadaan tinggi badan mengalami pertumbuhan yang lambat.
2. Mengalami keadaan sempurna bagi beberapa aspek pertumbuhan dan menunjukkan kesiapan untuk memasuki masa dewasa awal. Seperti badan dan anggota badan menjadi berimbang, wajah yang simetris, bahu yang berimbang dengan pinggul.
Saat ini, remaja mengalami perubahan fisik (dalam tinggi dan berat badan) lebih awal dan cepat berakhir daripada orang tuanya. Kecenderungan ini disebut trend secular. Sebagai contoh, seratus tahun yang lalu, remaja USA dan Eropa Barat mulai menstruasi sekitar usia 15 – 17 tahun, sekarang sekitar 12 – 14 tahun. Di tahun 1880, laki-laki mencapai tinggi badan sepenuhnya pada usia 23 – 24 tahun dan perempuan pada usia 19 – 20 tahun, sekarang laki-laki mencapai tinggi maksimum pada usia 18 – 20 dan perempuan pada usia 13 – 14 tahun.
Trend secular terjadi sebagai akibat dari meningkatnya faktor kesehatan dan gizi, serta kondisi hidup yang lebih baik. Sebagai contoh, meningkatnya tingkat kecukupan gizi dan perawatan kesehatan, serta menurunnya angka kesakitan (morbiditas) di usia bayi dan kanak-kanak.
Ciri-ciri perkembangan remaja.
Dalam lingkungan sosial tertentu, masa remaja bagi pria merupakan saat diperolehnya kebebasan. Sementara untuk remaja wanita merupakan saat mulainya segala bentuk pembatasan. Menurut ciri perkembangannya masa remaja dibagi menjadi tiga periode:
Masa Remaja Awal ( 10-12 tahun), Ciri khasnya :
1. Lebih dekat dengan teman sebaya.
2. Ingin Bebas
3. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.
Masa Remaja Tengah (13-15 tahun), ciri khasnya :
1. Mencari identitas diri.
2. Timbulnya keinginan untuk kencan.
3. Punya rasa cinta yang mendalam
4. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
5. Berkhayal tentang aktivitas seks.
Masa Remaja Akhir (16-19 tahun), ciri khasnya :
1. Pengungkapan kebebasan diri
2. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya.
3. Punya citra jasmani diri.
4. Dapat mewujudkan rasa cinta.
5. Mampu berfikir abstrak.
Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya, Ciri-ciri remaja menurut Hurlock, antara lain
1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.
6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiridan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.
Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai:
1. Masa remaja awal (12-15 tahun) Pada masa ini individu memulai meninggalkan peran sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua.
2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir yang baru.
3. Masa remaja akhir (19-22 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa.
Pada umumnya perubahan remaja baik laki-laki maupun perempuan terjadi pada saat memasuki masa pubertas yaitu sekitar usia 9-15 tahun (BKKBN & Yayasan Mitra Inti, 2001). Pubertas dalam hal ini diartikan sebagai masa antara akhir masa anak-anak dan awal masa remaja yang ditandai dengan mulai munculnya tanda seks sekunder (Konseng, 1995).
Sesungguhnya masa yang tepat kapan dimulainya pubertas tidak sama pada setiap individu, terlebih bila dikaitkan dengan faktor sosial budaya setempat.
1. Merasakan jati diri
di masa inilah seorang remaja menemukan jati dirinya baik dari segi personal maupun sosial. Seorang remaja, dengan menggunakan pengalaman-pengalaman masa lalunya dan menerima perubahan masa puber, berusaha untuk memperbaharui jati diri. Sikap-sikap seperti pertentangan, permusuhan, menentang pemikiran dan kekuatan serta ikut campur orang lain adalah bagian dari proses fiksasi atau penanaman jati diri yang kuat dan usaha untuk membedakan diri dengan selainnya.
Debes berkata: “Penanaman jati diri pada mereka adalah perkara alami. Terkadang hal itu menimbulkan pertentangan antara diri mereka dengan lingkungan di mana mereka hidup; dan hal ini timbul dengan berbagai macam pola pada setiap remaja.” Alhasil jika kondisi tersebut tidak difahami dan digiring dengan baik, remaja akan mengalami krisis puber; karena perubahan puber fisik dan sosial akan mengancam konsepsi terhadap badan dan jati diri seorang remaja.
2. Perubahan-perubahan pesat yang nyata pada fisik
kejiwaan dan seksualitas; di masa ini seorang remaja mengalami perubahan secara mendadak pada kondisi fisiknya, pertentangan-pertentangan psikis, dan… yang menyebabkan kegelisahan bagi dirinya.
3. Perubahan emosi dan perasaan;
meskipun hal ini juga dapat disaksikan pada remaja-remaja lelaki, namun pada remaja perempuan jauh lebih nampak, karena mereka memiliki emosi dan perasaan yang lebih kompleks dan tak terduga (seperti mudah tersakiti, gelisah, takut, malu, berangan-angan, menyendiri, introspeksi, narsisisme, merias diri, ingin tampil, cinta dan persahabatan, amarah, infleksibilitas, agresi, ingin mandiri, dan…). Karena sifat-sifat emosional tersebut sering kali saling bertentangan, oleh karenanya sering menimbulkan fluktuasi moral yang nyata.
4. Perubahan sosial;
masa remaja adalah masa fluktuasi, aktifitas dan sikap-sikap yang emosional dalam segi interaksi sosial. Anak-anak remaja cenderung mementingkan pendapat orang yang lebih tua dari mereka, dan mereka juga selalu berusaha untuk dapat diterima oleh orang-orang dewasa dan memainkan peran penting di antara mereka.
5. Perubahan moral;
masa remaja adalah masa terbentuk dan berkembangnya sifat-sifat moral yang memiliki keterkaitan erat dengan perubahan sosial serta sangat penting bagi berlangsungnya hidup sehat dan konstruktif. Biasanya sifat-sifat moral bersifat perolehan, yang mana para remaja harus bekerja keras untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu.
Keadaan Emosi Masa Remaja
1. Terjadinya perubahan emosi
pada masa remaja disebabkan karna mereka berada dibwah tekanan social dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama anak-anak mereka kurang mempersiapkan diri untuk melengkapi kondisa-kondisi demikian. Meskipun emosi rmaja sering kali sangat kuat, tidak terkendalidan tampaknya irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ketahun terjadi perbaikan perilaku emosional. Menurut Gesell dkk, remeja 14 tahun sering kali mudah marah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung meledak, tidak berusaha mengendalikan perasaannya. Sedangkan remaja 16 tahun mengatakan bahwa mereka tidak punya keprihatinan. Jadi adanya badai dan tekanan pada periode ini berkurang menjelang berakhirnya masa remaja.
Remaja tidak lagi mengungkapkan emosinya dengan gerakan amarah yang meledak, melainkan dengna menggerutu, tidak mau berbicara atau dengan suara keras mengkritik orang yang menyebabkan ia marah. Remaja suka bekerja sambilan agar dapat memperoleh uang lebih dan bisa membeli barang-barang yang ia inginkan atau bila perlu berhenti sekolah.
Untuk dapat mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulakan raksi emosional. Hal ini dapat dikendalikan dengan membisarakan berbagai masalah peribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah peribadi dipengaruhi oleh rasa aman dalam hubungan social dan sebagian oleh tingkat kesukaanya pada orang-orang tertentu.
2. Perubahan Sosial
Agar dapat menjalin hubungan sosialisasi yang baik remaja perlu banyak membuat penyesuaian baru, seperti pnyesuaian dengan diri sendiri, orang lain, serta lingkungan. Dengan banyaknya akifitas remaja diluar rumah bersama dengan teman-teman berpengaruh pada sikap, penbicaraan, minat, penampilan dan perilaku. Keremajaan itu selalu maju, maka lambat laun pengaruh teman sebaya akan berkurang pada diri mereka, hal ini dipengruhi faktor; keingiana individu untuk dapat mandiri dilingkungannya dan pemilihan sahabat.
Dengan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam berbagai kegiatan soaial, maka wawasan soaial semakin membaik pada remaja yang lebih besar.sekarang remaja dapat dapat menilai teman-temanya menjadi lebih baik, sehingga penyesuaian dari dalam situasi social bertambah baik dan pertengkaran menjadi berkurang. Semakin banyak partisipasi social, semakin besar kompetensi social remaja.
3. Perubahan Moral
Menurut Kohlberg, tahap perkembangan moralitas pasca konvensional harus dicapai selama masa remaja. Tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prisip dan terdiri dari dua tahap yaitu individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar moral apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan.
Terdapat dua kondisi yang membuat pergantian konsep moral khusus ke dalam konsep yang berlangku umum tentang benar dan salah yang lebih sulit dari pada yang seharusnya. Konsidi itu ialah kurangnya bimbingan dalam mempelajari bagaimana membuat konsep khusus dan konsep moral ayng berlaku umum seperti kedisiplinan dilingkunga kluarga dan sekolah.
Peran Seks yang Diakui Selama Remaja
Penggolongan peran seks atau belajar melakukan peran seks yang diakui lebih mudah bagi laki-laki dari peda perempuan. Hal ini disebabkan karena sejak awal masa kanak-kanak laki-laki telah disadarkan akan perilaku seksual yang patut dan didorong, disedak atau bahkan dipermalukan untuk upaya pnyesuaian diri dengan standar-standar yang diakui. Dari tahun-ketahun laki-laki mengetahui bahwa peran pria member martabat yang leih terhormat dari pada wanita.
Peran superioritas maskulin; peran anak laki-laki sebagai pemimpin dalam berbagai kegiatan ledih doaminan dari pada anak perempuan. Selain itu anak laki-laki berusaha menunjukkan kenggulannya dalam berbagai bidang, seperti dalam hal prestasi, permainan, oalah raga, dan lain-lain
Ciri-ciri masa remaja
1. Masa remaja sebagai periode yang penting: Menurut Tanner (2), usia anak dua belas dan enam belas tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dna perkembangan.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan: Peralihan dari anak menuju dewasa.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan: Perubahan yang terjadi :Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial.
4. Perubahan minat dan pola perilaku. Sebagian besar remaja bersikap ambivalen (dua hal yang bertentangan) terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan kebebasan tetapi sering takut bertanggung jawab dan meragukan kemampuan mereka mengatasi tanggung jawab tersebut.
5. Masa remaja sebagai usia bermasalah: Masalah remaja sulit diatasi baik oleh remaja laki-laki ataupun perempuan. Alasannya adalah : Pada masa anak-anak masalah diselesaikan orang tua dan guru. Remaja merasa mandiri sehingga menolak bantuan oranglain dan guru. Banyak kegagalan, yang seringkali disertai akibat yang tragis, bukan karena ketidak mampuan individu tetapi karena kenyataan bahwa tuntutan yang diajukan kepadanya justru pada saat semua tenaganya telah dihabiskan untuk mencoba mengatasi masalah pokok yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal.
6. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.: Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian dengan kelompok masih lebih penting namun lambat laun mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman dalam segala hal.
7. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan: Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
8. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.: Remaja melihat dirinya sendiri dan oranglain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistis ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila oranglain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)