Sabtu, 22 Desember 2012
Politik Dalam Pandangan Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tentunya sebagai agama yang mencakup segala aspek kehidupan, islam tidaklah melupakan atau meninggalkan permasalahan yang berkaitan dengan aspek politik. Bahkan sebagian para Ulama’ ada yang sampai mengeluarkan statement unik terkait dengan hal tersebut.
Untuk lebih memperjelas pemahaman kita tentang Pandangan Islam terhadap Politik, maka penulis mencoba memaparkannya dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Politik ?
2. Bagaimana pandangan Islam terhadap Politik ?
3. Bagaimana Politik yang bernuansa Islam ?
C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan tentang pengertian Politik
2. Menjelaskan tentang pandangan Islam terhadap Politik
3. Menjelaskan tentang Politik yang bernuansa Islam
BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN AGAMA DENGAN POLITIK
A. Pengertian Politik
Secara historis, istilah politik diambil dari bahasa yunani atau latin yaitu politicos atau politicus. Keduanya berasal dari kata “police” yang berarti kota atau hubungan antar warga (relating to citizen). Adapun secara terminologis, politik berarti segala urusan dan tindakan (kebijaksanaannya, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain.
Istilah lain yang sebanding dengan kata politik adalah siyasah yang berarti kuda liar yang mengendung makna perubahan dari suatu kondisi yang sedang menuju kondisi yang lebih baik. Dalam hal ini pemerintah bertindak sebagai guru dan pemimpin dan inilah yang dikenal dengan istilah siyasah.
Adapun arti dari ilmu politik adalah ilmu yang mengetahui tentang macam-macam kekuasaan, perpolitikan sosial dan sipil, keadaan-keadannya: seperti keadaan para penguasa, raja-raja, pemimpin, hakim, ulama, ekonom, penanggung jawab baitul mal dan yang lainnya.
Sedangkan arti islam adalah akidah dan ibadah, akhlak dan syariat yang lengkap. Dengan kata lain, islam merupakan tatanan yang sempurna bagi kehidupan individu, urusan keluarga, tata kemasyarakatan, prinsip pemerintahan, hubungan internasional. bahkan bagian ibadah dalam fiqih itupun tidak lepas dari politik. Islam memiliki kaidah-kaidah, hokum-hukum, dan pengarahan-pengarahan dalam politik pendidikan, politik informasi, politik perundang -undangan politik hukum, politik kehartabendaan, politik perdamaian, politik peperangan dan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kehidupan. Maka tidak bias di terima kalau islam di anggap nihil dan pasif bahkan menjadi pelayan bagi filsafat atau ideology lain.
Islam adalah agama yang mengikat segala sesuatunya dengan aturan agama begitu pula dalam urusan politik ini. Islam tidak mengenal adanya penghalalan segala cara untuk mencapai tujuan meskipun tujuan itu mulia. Islam tidak hanya melihat hasil tetapi juga proses untuk mendapatkan hasil. Oleh karena itu di dalam berpolitik pun seorang politisin maupun pemimpin islam diharuskan berpegang dengan rambu-rambu syariah dan akhlak mulia. Dengan kata lain bahwa segala cara berpolitik yang bertentangan dengan syariah atau melanggar norma-norma agama dan akhlak islam maka dilarang.
Adapun Ayat Al-qur’an yang dijadikan dasar kepemimpinan sekaligus dijadikan dasar ketaatan para pengikut terhadap pemimpinnya adalah :
يَآاَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْآ أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُولِى اْلأَََمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ ( النسآء : 59 )
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Taatilah Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang berkuasa diantara kamu, maka sekiranya diantara kamu berbantahan dalam suatu perkara hendaklah kamu kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. (Q.S. An-Nisa’ : 59 )
Ayat ini menjelaskan bahwa seorag pemimpin yang terpilh wajib diikuti dan ditaati selama tidak keluar dari garis ajaran serta hukum-hukum yang terkandung didalamnya.
B. Pandangan Islam terhadap Politik
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. dan para sahabatnya seumur-umur belum pernah ikut pemilu, apalagi membangun dan mengurusi partai politik. Realita seperti ini sudah disepakati oleh semua orang, termasuk ahli sejarah , para ulama’, dan semua umat Islam. Dengan realita seperti ini sebagian kalangan lalu mengharamkan pemilu dan mendirikan partai. Alasannya, karena tidak ada contoh dari Nabi Muhammad SAW. juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Beliau yang Mulia. Bahwa sampai sekian generasi berikutnya, tidak pernah ada pemilu dan pendirian partai politik dalam sejarah Islam. Bahkan sebagian dari mereka sampai mengeluarkan statement unik yaitu bahwa ikut pemilu dan menjalankan partai merupakan sebuah bid’ah dhalalah, dimana pelakunya pasti masuk Neraka. Ditambah lagi pandangan sebagian mereka bahwa sistem pemilu, partai politik, dan ide demokrasi merupakan hasil pemikiran orang-orang kafir. Sehingga semakin haram saja hukumnya.
Tentu saja pendapat seperti ini bukan satu-satunya buah pikiran yang muncul di kalangan umat. Sebagian lain dari elemen umat ini punya pandangan berbeda.
Mereka tidak mempermasalahkan bahwa dahulu Rasulullah SAW. dan para sahabat tidak pernah ikut pemilu atau berpartai sebab pemilu dan partai hanyalah sebuah fenomena zaman tertetu dan bukan esensi. lagipula tidak ikutnya Beliau SAW dan tidak mendirikan partai bukanlah dalil yang sharih dari haramnya kedua hal itu. Bahwa asal usul pemilu, partai dan demokrasi yag konon dari orang kafir tidak otomatis menjadikan hukumnya haram.
Dan kalau mau jujur memang tidak ada satupun ayat Al-qur’an atau Hadits Nabi SAW yang secara dhahir mengharamkan partai politik. Pemilu dan demokrasi. Kalaupun ada fatwa yang mengharamkan atau membolehkan semua berangakt dari Istimbath hukum yang panjang.
Manusia hanya di beri kekuasaan yang bersifat sementara. Kekuasaan bagi manusia adalah amanah dari allah SWT. Dan kekuasaan itupun akan di mintai pertanggung jawaban.rasulullah SAW pernah4 bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ( رواه البخاري ومسلم )
Artinya: “setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan di Tanya tentang kepemimpinannya.
C. Politik yang Bernuansa Islami
Menurut pendapat Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz tentang bagaimana politik yang bernuansa islami :
a. Tentang dasar Syari’ah pencalonan legislatif untuk DPR
Beliau berkata Rasulullah pernah bersabda :
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
Artinya:“Bahwa setiap amal itu tergantung pada Niatnya.”
Setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya. Oleh karena itu tidak ada masalah untuk masuk ke parlemen bila tujuannya memang membela kebenaran dan dakwah kepada Allah swt.
b. Tentang Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dalam bidang Politik
Beliau mengatakan bahwa dakwah kepada Allah SWT itu wajib mutlak dimanapun kita berada. Begitu juga dengan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, namun harus dilakukan dengan himmah, perkataan yang lembut, bukan dengan cara yag kasar dan arogan. Misalnya saja dengan mengatakan : wahai hamba Allah, ini tidak boleh semoga Allah SWT memberimu petunjuk, wahai saudaraku ini tidak boleh karena Allah berfirman tentang masalah ini, begini...., dan Rasulullah SAW bersabda dalam masalah itu, sebagaimana firman Allah SWT,:
اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ وَالْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ ( النحل : 125 )
Artinya: Serulah kepada jalan dan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik sesungguhnya tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalannya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS.an-nahl:125)
c. Tentang hukum masuknya para Ulama’ ke DPR dan parlemen
Tentang hukum masuknya para Ulama’ ke DPR dan parlemen serta ikut dalam pemilu pada sebuah Negara yang tidak menjalankan syariat islam. Sebenarnya masuk ke dalam lembaga seperti itu berbahaya namun bila seseorang punya ilmu dan bashiroh serta menginginkan kebenaran atau mengarahkan manusia kepada kebaikan, mengurangi kebatilan, tanpa rasa tamak pada dunia dan harta. Maka dia telah masuk untuk membela agama Allah SWT. Berjihad di jalan kebenaran dan meninggalkan kebatilan.
Dengan niat yang baik seperti ini, Penulis memandang bahwa tidak ada masalah untuk masuk parlemen. Bahkan tidak selayaknya lembaga itu kosong dari kebaikan dan pendukungnya.
Bila mereka masuk dengan niat seperti ini dengan berbekal bashiroh hingga memberikan posisi pada kebenaran, membelanya dan menyeru untuk meninggalkan kebatilan, semoga Allah SWT memberikan manfaat dengan keberadannya hingga tegaknya syariat islam dan Allah SWT memberinya pahala atas kerjanya itu. Namu bila motivasinya nuntuk mendapat dunia atau kekuasaan maka hal itu tidak di perbolehkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
A. Pengertian Politik
Secara historis, istilah politik diambil dari bahasa yunani atau latin yaitu politicos atau politicus. Keduanya berasal dari kata “police” yang berarti kota atau hubungan antar warga (relating to citizen).
B. Pandangan Islam terhadap Politik
Dan kalau mau jujur memang tidak ada satupun ayat Al-qur’an atau Hadits Nabi SAW yang secara dhahir mengharamkan partai politik. Pemilu dan demokrasi. Kalaupun ada fatwa yang mengharamkan atau membolehkan semua berangakt dari Istimbath hukum yang panjang.
C. Politik yang Bernuansa Islami
Dakwah kepada Allah SWT itu wajib mutlak dimanapun kita berada. Begitu juga dengan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar.
SARAN
Oleh karena itu, seorang Politisi maupun pemimpin Islam diharuskan berpegang dengan rambu-rambu Syari’at dan akhlak mulia. Dengan kata lain bahwa segala cara berpolitik yang bertentangan dengan Syari’at Islam atau melanggar norma-norma agama dan akhlak Islam, maka itu tidak dibenarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Ali Anwar.Wawasan Islam. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), 95.
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/politik-dipandang-dari-kacamata-islam.htm(7-okt-2011,7:01)
http://taufiqmtk08.wordpress.com/2009/4/21/pandangan-Islam-terhadap-politik(7,okt,2011,7:05)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar