Sabtu, 22 Desember 2012

Metode Dakwah yang Digunakan Wali Songo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Dengan penuh semangat dan berbagai macam metode serta media yang mereka gunakan untuk berdakwah, akhirnya Walisongo berhasil meng-islam-kan hampir seluruh masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu, untuk lebih memahami tentang metode dan media yang digunakan Walisongo dalam berdakwah dan eksistensinya dimasa kini, kami akan membahasnya dalam makalah ini. Semoga bermanfaat, amin. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana asal-usul Walisongo ? 2. Bagaimana metode dan media dakwah yang digunakan Walisongo ? 3. Bagaimana eksistensi metode dakwah dimasa kini ? C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui asal-usul Walisongo 2. Untuk mengetahui metode dan media dakwah yang digunakan Walisongo 3. Untuk mengetahui eksistensi metode dakwah dimasa kini BAB II PEMBAHASAN A. Asal-usul Wali Songo Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah : 1. Maulana Malik Ibrahim 2. Sunan Ampel 3. Sunan Giri 4. Sunan Bonang 5. Sunan Drajat 6. Sunan Kalijaga 7. Sunan Kudus 8. Sunan Muria 9. Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah maka dalam hubungan guru-murid. Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal. Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak- Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru, mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Mereka mendapat gelar susuhunan (sunan), yaitu sebagai penasehat dan pembantu Raja. Para Wali melakukan dakwahnya dengan sangat tekun, mereka mampu memahami kondisi masyarakat jawa pada saat itu. Sudah masyhur dikalangan ulama, tokoh, dan sejarawan lainnya bahwa Islam tersebar luas di Indonesia atas jasa Walisongo dan murid-muridnya. Sebelumnya, usaha dakwah telah dilakukan orang lain, tapi lingkupnya sangat terbatas. Di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Hindu-Budha, sehingga tak heran jika banyak berdiri kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Budha, sehingga budaya dan tradisi lokal saat itu sangat kental dengan warna kedua agama itu. Hal ini tidak dianggap “musuh agama” bagi Walisongo, akan tetapi dijadikan “teman akrab” dan media dakwah selama tidak bertentangan dengan nash sayri’at. B. Pendekatan unsur-unsur dakwah Struktur dakwah pada masa WaliSongo meliputi unsur-unsur dakwah sebagai berikut: 1. Da’i Walisongo berdakwah dengan cara damai. Yakni dengan pendekatan pada masyarakat pribumi dan akulturasi budaya (percampuran budaya Islam dan budaya lokal). Maulana Malik Ibrahim sebagai perintis mengambil peranannya di daerah Gresik, setelah beliau wafat wilayah ini di kuasai oleh Sunan Giri, Sunan Ampel mengambil posisinya di Surabaya, Sunan Bonang di Tuban, sementara itu Sunan Drajat di Sedayu, sedangkan di Jawa Tengah ada tiga wali yaitu Sunan Kudus yang mengambil wilayah di Kudus, Sunan Muria pusat kegiatan dakwahnya terletak di Gunung Muria (sekitar 18 km sebelah utara Kota Kudus), dan Sunan Kalijaga berdakwah di Demak, sedangkan di Jawa Barat hanya ada satu orang wali saja yaitu Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati menjadi Raja muda di Cirebon dan Banten di bawah lindungan Demak, dan Sunan Giri bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan, jadi beliau bersifat al-ulama wa al-umara, sedangkan tujuh wali yang lain hanya bersifat al-ulama saja. 2. Mad’u Seperti halnya pada masa Rasulullah SAW., kondisi mad’u pada masa wali ini termasuk mad’u ummah karena pada saat itu mereka masih beragama hindu – budha, akan tetapi ada juga sebagian yang menerima Islam sebagai agamanya, jadi pada masa wali songo ini termasuk mad’u ijabah dan mad’u ummah. 3. Materi Materi dakwah yang di terapkan pada dakwah Walisongo ini adalah akidah, syari’ah dan muamalah, dimana para Wali menanamkan akidah kepada masyarakat setempat, karena menghawatirkan penyimpangan akidah akibat tradisi masyarakat jawa, serta memperhatikan secara khusus kepada kesejahteraan sosial dari fakir miskin, mengorganisir amil, zakat dan infaq, dan juga mengajarkan ilmu – ilmu agama seperti ilmu fikih, ilmu hadits, serta nahwu dan shorof kepada anak didiknya. 4. Metode Ada beberapa metode yang di gunakan para Wali dalam berdakwah yaitu: • Metode Ceramah Metode ceramah adalah metode yang di gunakan para Wali untuk menyampaikan pesan- pesan dakwah dengan cara lisan. • Metode Tanya Jawab Metode yang digunakan para wali untuk mengetahui sejauh mana pemahaman muridnya tentang materi dakwah. • Metode Konseling Membuat kampung-kampumg percontohan yang di pilih di tengah-tengah dengan tujuan agar menjadi pusat rujukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari mereka dalam segala hal. • Metode Keteladanan Para Wali memiliki sifat mahabbah atau kasih sayang, selalu risau dan sedih apabila melihat kemaksiatan, semangat berkorban harta dan jiwa, selalu istighfar dan bersyukur setelah melakukan kebaikan, sabar menjalani kesulitan, memberi kepada semua makhluk tanpa minta bayaran, sehingga banyak masyarakat yang memeluk islam. • Metode Pendidikan Para Wali membuka pendidikan pesantren, untuk anak-anak yang ingin belajar ilmu agama, mereka ditampung dalam satu pesantren. • Metode Bitsah Para Wali seperti Sunan Giri megembangkan islam keluar jawa, dengan cara mengirim anak muridnya ke pelosok-pelosok Indonesia untuk menyiarkan islam misalnya, Pulau Madura, Bawean, Kangean bahkan sampai ke Ternate dan Huraku yakni Kepulauan Maluku. • Metode Ekspansi Sunan Ampel melebarkan wilayah dakwahnya, yaitu dengan mengutus para kepercayaaannya untuk berdakwah ke wilayah lain, seperti dengan mengutus Maulana Ishaq untuk berdakwah ke daerah Blambangan. • Metode Kesenian Dalam berdakwah Sunan Muria menciptakan lagu-lagu Jawa-Islam, dan beberapa Wali juga menciptakan tembang-tembang, dan syair lagu-lagu gamelan yang berisi tentang ajaran tauhid dan peribadatan, ada juga tradisi selamatan peninggalan agama Hindu dan Budha didekati dengan acara tahlil, dan masih banyak lagi karya-karya para Wali berdakwah dalam bidang kesenian. • Metode Kelembagaan Mendirikan Masjid Agung Demak, dan Masjid inilah yang kemudian di rancang sebagai sentral seluruh aktivitas pemerintahan dan sosial kemasyarakatan. • Metode Silaturahmi (Home Visit) Membangun hubungan silaturahmi dan persaudaraan dengan putra pertiwi (pribumi), yaitu dengan menikahkan dengan putri daerah setempat. • Metode Karya Tulis Para Wali juga mempunyai karya tulis, di antaranya, Sunan Muria memiliki karya tulis yang masih digemari sampai saat ini, yaitu tembang sinom dan kinanti, dan Sunan Kalijaga juga pengarang buku-buku wayang yang mengandung cerita dramatis dan berjiwa islam. • Metode Drama Metode ini dilakukan para Wali karena pada saat itu masyarakat Jawa dikenal memiliki kegemaran terhadap seni pewayangan, dan Sunan Kalijaga memasukkan hikayat-hikayat islam ke dalam permainan wayang. • Metode Propaganda Metode ini jelas dilakukan karena para Wali mereka mengajak warga setempat untuk memeluk islam. • Metode Diskusi Metode diskusi biasa di maksudkan sebagai pertukaran pikiran antara sejumlah orang secara lisan membahas suatu masalah tertentu dan bertujuan untuk memperoleh hasil yang benar. 5. Media Ada beberapa media yang digunakan oleh Walisongo dalam melakukan dakwah Islam di pulau Jawa, diantaranya : a. Masjid Dimana masjid ini di gunakan sebagai tempat ibadah dan masjid Demak juga di jadikan sentral seluruh aktivitas dan sosial kemasyarakatan. b. Wayang Wayang sesungguhnya merupakan boneka yang terbuat dari kulit kerbau atau sapi, pipih yang memiliki dua tangan yang dapat digerakkan dengan stik dan dimainkan oleh seorang dalang, Oleh karenanya, di dalam cerita wayang itulah terkandung nilai moral dan akhlak, perihal keimanan sampai pada thariqah (jalan) menuju ketaqwaan kepada Allah SWT. Bahkan para Wali telah mengatur sedemikian rupa menjadi tiga bagian. Pertama, Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong (orang) di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang Golek di Jawa Barat. Masing-masing sangat berkaitan yaitu : Mana yang Kulit (Wayang Kulit), Mana yang Isi (Wayang Wong) dana Mana yang harus dicari (Wayang Golek). c. Pesantren Di mana pesantren ini berfungsi sebagai sarana mengamalkan dan mengabdikan ilmunya kepada masyarakat, dari pesantren yang telah didirikan lahirlah para da’i yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam memperjuangkan dakwah selanjutnya. d. Kitab Kitab yang berbentuk puisi maupn prosa, kitab inilah yang kemudian dikenal dengan Suluk Sunan Bonang. e. Gamelan Alat musik yang di gunakan untuk mengiringi tembang/lagu-lagu Jawa yang bernuansa islami. C. Eksistensi metode dakwah Walisongo di masa kini Beberapa metode dan media yang digunakan Walisongo dalam berdakwah saat ini tidak semuanya utuh dijadikan metode dan media dakwah pada masa kini. Akan tetapi, ada beberapa media dan metode yang lebih dikembangkan lagi guna meneruskan misi dakwah Islam. Untuk lebih jelasnya kami uraikan sebagai berikut : 1. Metode a. Ceramah Dakwah secara umum tidak lepas dari model ceramah, meskipun ada banyak dakwah yang tidak menggunakannya. Oleh karena itu, sampai saat ini model ceramah masih tetap digunakan dalam rangka dakwah Islam. b. Tanya-jawab dan diskusi Sampai saat ini bukan hanya dalam ranah dakwah saja metode tanya jawab dan diskusi digunakan, bahkan dalam dunia pendidikanpun lebih didominasi oleh kedua model ini. Karena hal ini dinilai sangai efektif untuk dapat mengetahui kekurangan yang dimiliki orang lain dan akan semakin mudah menanamkan nilai-nilai pada diri seseorang melalui kekurangannya. c. Konseling Dalam dunia dakwah sepertinya saat ini jarang sekali ditemui bimbingan-bimbingan konseling yang benar-benar melayani masyarakat, dalam tanda kutip urusan agama. Misalnya, balai desa saja hanya digunakan untuk kebutuhan administrasi kenegaraan bukan intus keagamaan. d. Keteladanan Yang seharusnya dimiliki oleh seorang da’i adalah suri tauladan yang baik. Karena sudah menjadi konsep dimasyarakat bahwa mereka akan benar-benar mengikuti ajakan orang-orang yang berjiwa mulia lahir dan bathin agar bisa dijadikan panutan. e. Pendidikan Melalui pendidikan, kita dapat mengetahui sejarah, nilai-nilai keimanan, dan hukum-hukum syari’at yang mengatur pola hidup kita. Oleh karena itu, disetiap lembaga pendidikan baik formal, informal maupun non-formal hendaknya terdapat misi dakwah didalamnya. f. Bitsah dan ekspansi Sudah tidak terlihat lagi ada utusan yang dikirim ke daerah lain untuk melakukan misi “dakwah Islam”. Karena dengan berkembangnya teknologi dan kemajuan zaman akan mempermudah kita untuk melakukan dakwah tanpa batasan ruang dan waktu. g. Kesenian Indonesia saat ini memang sangat ragam dengan budaya dan kesenian terutama musik. Sayangnya, hanya sebatas hiburan saja bukan dalam rangka dakwah. Beberapa tahun yang lalu ada sejumlah orang yang melakukan dakwah melalui kesenian yakni musik yang mengatas-namakan kelompoknya dengan dalih “Nada Dan Dakwah”. Melalui musik mereka menanamkan nilai-nilai Islami yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Ironisnya sampai sekarang sudah tidak ada lagi yang yang memanfaatkan kesenian seperti musik untuk jalur dakwah bahkan rata-rata bertujuan bisnis. Dan yang hampir mendekati dakwah yaitu lagu-lagu yang tergolong “Album Religi”. h. Kelembagaan Pusat atau lembaga dakwah yang terkenal dan masih eksis sampai saat ini yaitu masjid atau musholla dan pondok pesantren. Kedua lembaga ini masih ada di setiap daerah yang masih kental dengan budaya Islam di Indonesia. Karakteristik pesantren masa kini dibandingkan puluhan tahun lalu sebenarnya hampir sama, hanya saja mungkin terdapat penambahan-penambahan karakteristik sesuai perkembangan zaman. Contohnya di masa awal kemunculan, dalam pesantren belum terdapat laboratorium komputer dan internet yang terhubung. Namun kini komputer dengan segala atribut pelengkapnya menjadi hal yang tidak dapat terpisahkan, sekalipun lokasi pesantren yang jauh dari perkotaan. i. Silaturrahmi Yang terlihat dimasyarakat, masih ada sejumlah orang yang melakukan metode ini dalam rangka dakwah Islam, yang dikenal dengan jama’ah tabligh. Sayangnya, bukan mendapat respon positif dari mayoritas masyarakat, justru malah menjadi bahan gunjingan dengan kehadiran mereka di daerahnya. Sebenarnya kalau kita koreksi lagi, merekalah satu-satunya yang masih melanjutkan dakwah Islam dengan cara silaturrahmi. Tapi mengapa justru kurang diterima dimayoritas masyarakat ? j. Propaganda Setiap hari Jum’at umat Islam memiliki kewajiban ibadah Shalat Jum’at di masjid. Pelaksanaan Shalat Jum’at diawali dengan pembacaan Khutbah oleh seorang Imam dan dilnjutkan dengan Shalat Jum’at dua rakaat. Hal ini menunjukkan bahwa metode ini masih digunakan untuk dakwah Islam yakni dengan adanya khutbah yang isinya adalah dakwah. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan WaliSongo adalah Sembilan orang Wali mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria serta, Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru- murid. Unsur – unsur dakwah WaliSongo meliputi: 1. Da’i (Al-ulama wa Al-umara) 2. Mad’u (Mad’u Ijabah dan Ummah) 3. Materi (Akidah, Syariah dan Muamalah) 4. Metode (Ceramah, Tanya Jawab, Konseling, Keteladanan, Pendidikan, Bitsah, Ekspansi, Kesenian, Silaturahmi, kelembagaan, Karya Tulis, Drama, Propaganda, dan Diskusi). 5. Media (Masjid, Wayang, Pesantren, Kitab, Gamelan). B. Saran Dengan menyelesaikan makalah ini penulis mengharapkan para pembaca bisa paham dan dapat mengetahui sejarah dan unsur- unsur dakwah para WaliSongo dan dengan terselesaikannya makalah ini saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun. Daftar Pustaka Fattah, Nur Amin. 1994. Metode Da’wah Walisongo. Semarang : CV. Bahagia, Ilahi, Wahyu dan Hefni, Harjani. 2007. Pengantar Sejarah Dakwah, Cet I. Jakarta : Kencana Mustari, Mohamad. 2010. Peranan Pesantren dalam Pembangunan Masyarakat Desa. Yogyakarta: Multipress Syamsu, Muhammad. Tanpa tahun. Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya. Jakarta : Lentera

2 komentar: