Sabtu, 22 Desember 2012
Pendidikan Setelah Kelahiran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia sekarang ini banyak manusia yang tidak lagi begitu memperhatikan pendidikan, sehingga anak-anak dan keluarganya pun tidak begitu dipikirkan masalah pendidikannya tersebut. Apalagi ditambah dengan banyaknya pengaruh yang datang seperti globalisasi saat ini. Baik itu dari dalam lingkungannya maupun pengaruh yang datang dari lingkungan lainnya.
Pendidikan merupakan suatu yang berguna bagi kehidupan manusia dalam menjalani kehidupannya, apabila manusia tersebut tidak berpendidikan dia akan kaku dalam menghadapi sesuatu yang belum pernah ia ketahui sebelumnya, berbeda dengan orang yang berpendidikan.
Dalam keluarga hendaknya pendidikan anak harus lebih diperhatikan, agar nantinya menjadikan anak yang mau di didik, sehingga sebagai orang tua berhasil dalam mendidik anaknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidikan?
2. Bagaimana pendidikan setelah kelahiran?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan?
2. Untuk mengetahui pendidikan setelah kelahiran?
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN SETELAH KELAHIRAN
A. Pengertian pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.
Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi.
Keluarga adalah salah satu elemen pokok pengembangan entitas-entitas pendidikan, menciptakan proses proses naturalisasi social, membentuk kepribadian-kepribadian, serta memberi berbagai kebiasaan baik pada anak-anak yang akan bertahan terus selamanya. Dengan kata lain keluarga merupakan benih awal penyusunan kematangan individu dan struktur kepribadian. Dalam banyak kasus, anak-anak mengikuti orang tua dalam berbagai kebiasaan dan perilaku. Keluarga dengan demikian adalah elemen pendidikan yang paling nyata, tepat, dan besar.
Dalam pendidikan islam Rasulullah SAW telah mengajarkan berbagai metode beserta prakteknya dalam mendidik anak dari mulai sebelum lahir , setelah lahirnya seorang anak sampai jenjang- jenjang usia anak bertambah. Pendidikan yg paling nyata adalah pendidikan setelah anak di lahirkan, karena disini juga merupakan pembentukan pondasi awal pendidikan seorang manusia. Karena setiap manusia semenjak dilahirkan di dunia telah membawa potensi-potensi dari berbagai kecerdasan dalam dirinya, serta sifat kefitrahan yg dimilikinya.
B. Pendidikan setelah kelahiran
Agama Islam mempunyai sifat “syamil” artinya, ajaran yang dibawa meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Bahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pra-hidup dan pasca hidup dianturnya. Demikian juga seluruh jenis masalah yang ada mulai dari yang paling kecil sampai yang besar. Dari bagaimana cara masuk kamar kecil sampai bagaimana cara mengatur negara. Sudah barang tentu peristiwa kelahiran seorang anak, juga tidak luput dari aturannya.
Bukan saja sang anak, orang tua pun mempunyai kewajiban terhadap anak yang harus ditunaikan. Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah sebuah wujud aktualitas hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua. Beberapa hal yang disyariatkan agama Islam dalam menyambut lahirnya seorang anak adalah sebagai berikut:
1. Mengadzani dan Mengiqomahi
Salah satu dasar pendidikan yang hendaknya diberikan kepada anak ketika ia pertama kali menyentuh alam dunia ini adalah pengumandangan lafadz adzan dan iqamah. Rasulullah Saw mensunnahkan kepada seluruh umatnya untuk mengumandangkan adzan pada telinga kanan anak yang baru saja dilahirkan serta mengiqamati pada telinga kirinya. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. :
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍ حِيْنَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَةِ
Artinya: "Aku melihat Rasulullah s.a.w. mengumandangkan azan di telinga al-Hasan bin Ali ketika ibunya (Fatimah) melahirkannya." (HR Abu Daud & At-Tarmizi).
Dari al-Hasan bin Ali dari Rasulullah s.a.w., baginda bersabda: Barangsiapa yang anaknya baru dilahirkan, kemudian dia mengumandangkan azan ke telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya, maka anak yang baru lahir itu tidak akan terkena bahaya `ummu shibyan’. `Ummu shibyan’ ialah angin yang dihembuskan kepada anak, jadi anak itu takut kepadanya. Ada juga yang berkata bahawa ia adalah `qarinah’, yaitu jin.
Ada banyak hikmah yang terkandung dalam pengumandangan adzan dan iqamat untuk anak yang baru saja dilahirkan, diantaranya adalah :
a) Agar suara yang pertama kali didengar anak ketika ia memasuki alam dunia ini adalah kalimat kalimat seruan Tuhan Yang Maha Agung. Pengumandangan lafadz adzan dan iqamat ini juga dimaksud untuk memberikan pengajaran kepada anak yang baru saja dilahirkan tentang syariat agama Islam.
b) Agar dakwah yang diterima anak untuk pertama kali adalah seruan untuk menyembah kepada Alloh dan memeluk agama yang diridhoi-Nya yaitu Islam.
c) Menghindarkan bayi yang baru lahir dari tipu daya dan gangguan setan yang akan menyesatkannya. Disebutkan dalam sebuah hadits bahwasanya “ Tangisan bayi yang baru saja keluar dari rahim ibunya adalah dikarenakan tusukan ( godaan untuk menyesatkan ) dari setan, maka syariat islam mengajarkan agar mengadzani bayi tersebut sehingga anak tersebut terhindar dari gangguannya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Baihaqi dan Ibnu Sunni Nabi Saw bersabda :
Artinya :“Barang siapa yang baru mendapatkan bayi, kemudian ia mengumandangkan adzan pada telinganya yang kanan dan iqamat pada telinganya yang kiri, maka anak yang baru lahir itu tidak akan terkena bahaya Ummush Shibyan ( jin perempuan ).”
Menjadi sebuah kewajaran apabla seorang anak diazani dan diiqamati agar kalimah pertama yang didengarnya dan tembus ke gendang telinganya adalah kalimah seruan Yang Maha Agung. Kalimah yang mengandungi persaksian (syahadah) terhadap keesaan Allah dan persaksian terhadap kerasulan Muhamad bin Abdullah s.a.w. Anak yang baru menghirup udara dunia ini telah diajarkan dengan aqidah dan syariat Islam, sebagaimana seseorang yang akan mati diajarkan dengan kalimah tauhid “La ilaha illallah”. Agar pengaruh azan ini dapat meresap ke dalam diri anak ini.
Azan ini ialah untuk mengusir syaitan yang memang menanti-nanti kelahiran bayi ini. Azan dikumandangkan ke telinga bayi agar seruan dakwah kepada Allah dan agamanya dapat mendahului seruan jahat syaitan.
Azan dan iqomah yang diperdengarkan akan dirakam oleh bayi berkenaan yang menjadi sebahagian dari pendidikan tauhid, syariat dan akhlak.
2. Tahnik yaitu menggosok langit-langit bayi dengan kurma.
Mentahnik si anak yang baru lahir merupakan anjuran kedua dalam menyambut kelahiran bayi. Mentahnik adalah menggosok mulut bagian atas/ langit-langit anak dengan menggunakan kurma yang telah dikunyah lumat lebih dahulu. Jika tidak ada kurma dapat diganti buah-buahan yang manis lain. Tahnik ini sebaiknya dilakukan oleh orang yang bertaqwa kepada Allah SWT (sholeh). Harapannya si anak dapat menjadi orang sholeh pula dan mendapatkan keberkahan yang maksimal.
Langkah-langkah Rasulullah mentahnik bayi yaitu:
1) sepotong kurma
2) dikunyah-kunyah seperlunya
3) buka mulut bayi
4) disuaapkan kurma tersebut sambil digosok-gosok dilangit-langit mulut bayi.
Beberapa dalil yang menjadi dasar disyariatkannya tahnik ini adalah: di dalam Sahihain dari Abu Burdah, bahwa Abu Musa r.a. berkata:
وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ
Artinya: “Aku telah dikaruniai seorang anak, kemudian aku membawanya kepada Nabi SAW lalu beliau menamakan Ibrahim, menggosok-gosok langit mulutnya dengan sebuah kurma dan mendo’akannya dengan keberkahan.Setelah itu beliau menyerahkan kembali kepadaku”.
Tahnik juga dilakukan Rasulullah SAW untuk anak dari Ummu Salaim dan anak dari Asma r.a.
Bisa juga hikmah yang dikandung dalam perbuatan mentahnik ini adalah untuk menguatkan syaraf-syarat mulut dan tenggorokan dengan gerakan lidah dan dua tulang rahang bawah dengan jilatan, sehingga anak siap untuk menghisap susu secara kuat dan alami.
3. Mencukur rambut
Mencukur rambut bayi sebaiknya dilakukan di hadapan sanak keluarga agar mereka mengetahui dan menjadi saksi. Boleh dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Atau jika tidak mampu, bisa diwakilkan kepada ahlinya.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam mencukur rambut bayi, yaitu:
a. Diawali dengan membaca basmallah.
b. Arah mencukur rambut dari sebelah kanan ke kiri.
c. Dicukur secara keseluruhan (gundul) sehingga tidak ada kotoran yang tersisa.
d. Rambut hasil cukuran ditimbang dan jumlah timbangan dinilai dengan nilai emas atau perak kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.
Ada beberapa dalil yang menjadi dasar sedekah cukuran rambut yang dinilai dengan emas atau perak, di antaranya:
Imam Malik meriwayatkan hadits dari Ja'far bin Muhammad dari ayahnya, ia berkata,
عَقَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْحَسَنِ بِشَاةٍ وَقَالَ « يَا فَاطِمَةُ احْلِقِى رَأْسَهُ وَتَصَدَّقِى بِزِنَةِ شَعْرِهِ فِضَّةً
Artinya: "Fatimah r.a. menimbang rambut Hasan, Husain dan Zainab, dan Ummu Kultsum, lalu berat timbangan rambut tersebut diganti dengan perak dan disedekahkan."
Ibnu Ishaq meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Abu Bakar, dari Muhammad bin Ali bin Husain r.a., ia berkata, Rasulullah melaksanakan aqiqah berupa seekor kambing untuk Hasan. Beliau bersabda, Fatimah, cukurlah rambutnya. Fatimah kemudian menimbangnya dan timbangannya mencapai ukuran perak seharga satu dirham atau setengah dirham.
Dalam hadits ibnu ishaq di atas terdapat pelajaran untuk bersedekah dari rambut bayi yang telah dicukur (digundul). Caranya adalah rambut bayi tersebut ditimbang, setelah itu sedekah dengan perak sesuai dengan hasil timbangan tadi, atau boleh pula sedekah dengan uang seharga perak. Misalnya berat rambut yang telah digundul adalah 1 gram, berarti sedekahnya adalah dengan 1 gram perak. Atau boleh pula dengan uang seharga 1 gram perak tadi. Misalnya harga 1 gram perak ketika itu adalah Rp. 5.650, berarti sedekahnya adalah dengan Rp. 5.650,-. Sedekah ini diserahkan kepada fakir miskin yang membutuhkan (ini harga perak yang kami ketahui infonya dari pedagang emas-perak saat kami membuat tulisan ini).
Yahya bin Bakr meriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk mencukur r`mbut Hasan pada hari ketujuh setelah kelahirannya. Lalu rambutnya dicukur dan beliau mensedekahkan perak seberat rambut tadi.
Ada dua manfaat terkait dengan mencukur rambut anak, yaitu :
a) mencukur rambut bermanfaat bagi kesehatan bayi. Karena dengan dicukur rambutnya kepala bayi akan menjadi kuat, pori-porinya jadi terbuka, indera penglihat, pencium, dan pendengarannya juga akan bertambah tajam.
b) manfaat yang bersifat sosial, yaitu dengan menyedekahkan perak atau emas seberat rambut bayi kepada orang yang membutuhkan atau orang miskin. Hal itu dapat menumbuhkan jiwa silaturahim, kasih sayang, dan perhatian dalam masyarakat Muslim.
4. Memberi nama yang baik
Para ulama telah menegaskan kewajibannya tentang memberikan nama, bahkan mereka telah sepakat (ijma’) tentang hal tersebut. Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
وَاتَّفَقُوْا أَنَّ التَّسْمِيَةَ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ فَرْضٌ
Artinya:“Para ulama sepakat bahwasannya memberi nama kepada laki-laki dan perempuan adalah wajib.”
Nama adalah lafadh dimana seseorang dipanggil dengannya. Islam memberikan perhatian sangat besar terhadap masalah ini, hingga Allah pun menegaskan hal ini dalam Al-Qur’an :
Artinya :“Wahai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia” [QS. Maryam : 7].
Hingga kelak di hari kiamat, manusia akan dipanggil dengan nama yang mereka dipanggil dengannya semasa di dunia.
Dalam Islam (mungkin juga dalam agama lain) nama bukan hanya sekedar penanda dan alat panggil, namun juga sebuah doa dan harapan kepada Allah yang tentu harus diimbangi dengan perlakuan dan didikan yang baik karena nama tidak menjamin kebaikan akhlak seseorang. Namun demikian, nabi-nabi, para khalifah dan para wali umumnya mempunyai nama bermakna baik atau bermakna khusus berkaitan dengan misinya atau kabar di masa yang akan datang. Nama-nama tersebut tidak diharuskan dalam bahasa tertentu seperti bahasa Arab, Ibrani dan lain-lain.
Dalam Bible Perjanjian Lama Kitab Kejadian juga kita dapati Abram diberi nama baru yakni Abraham, Yaqub menjadi Israel. Memberi nama seorang anak dengan nama-nama Islami bukan saja sebuah ibadah namun juga cerminan pengetahuan kita terhadap Islam.
حَدَّثَنَا عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا دَاوُدُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي زَكَرِيَّا الْخُزَاعِيِّ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُمْ وَأَسْمَاءِ آبَائِكُمْ فَأَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُمْ
Artinya :“Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dgn nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian. Oleh karena itu baguskanlah nama-nama kalian.”
5. Aqiqah
• Pengertian Aqiqah
Ketika buah hati kita telah lahir ke dunia, maka sebagai orang tua disyariatkan melakukan aqiqah, yaitu menyembelih kambing. Ubaid Ashmu'i dan Zamakhsyari mengungkapkan bahwa menurut bahasa, aqiqah artinya rambut yang tumbuh di atas kepala bayi sejak lahir. Sedangkan menurut Al-Khathabi, aqiqah ialah nama kambing yang disembelih untuk kepentingan bayi. Dinamakan demikian karena kambing itu dipotong dan dibelah-belah. Ibnu Faris juga menyatakan bahwa aqiqah ialah kambing yang disembelih dan rambut bayi yang dicukur.
Adapun dalil yang menyatakan bahwa kambing yang disembelih itu dinamakan Aqiqah, antara lain adalah hadist yang dikeluarkan Al Bazzar dari Atta', dari Ibnu Abbas secara marfu' yang artinya: "Bagi seorang anak laki-laki dua ekor aqiqah dan anak perempuan seekor."
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan aqiqah adalah serangkaian ajaran Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk anak yang baru lahir yang terdiri atas mencukur rambut bayi, memberi nama dan menyembelih hewan.
Hadist-hadist yang menjadi dasar disyariatkannya Aqiqah cukup banyak, antara lain sabda Rasulullah :
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Artinya : "Anak-anak tergadai (tertahan) dengan Aqiqahnya, disembelih hewan untuknya pada hari ketujuh dicukur kepalanya dan diberi nama".(HR. Abu Daud no. 2838, An Nasai no. 4220, Ibnu Majah nol. 3165, Ahmad 5: 12. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Menurut Imam Ahmad maksud dari kata-kata "Anak-anak itu tergadaikan dengan Aqiqahnya" dalam hadist diatas adalah bahwa pertumbuhan anak itu, baik badan maupun kecerdasan otaknya atau pembelaannya terhadap orangtuanya pada hari kiamat akan tertahan jika ibu bapaknya tidak melaksanakan Aqiqah baginya. Bahkan Ibnu Qayyim menegaskan bahwa aqiqah itu berfungsi untuk melepaskan bayi yang bersangkutan dari godaan setan.
Dalam riwayat dari Aisyah ra., yang lain juga dinyatakan "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kepada kami supaya menyembelih aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor dan untuk wanita seekor."
Dalam hadist yang diriwayatkan dari Salman bin Amar Adh Dhahabi dinyatakan: "Sesungguhnya bersama anak itu ada hak diaqiqahi, maka tumpahkanlah darah baginya (dengan menyembelih hewan) dan buanglah penyakit darinya (dengan mencukur rambutnya)."
Bagi bapak-bapak dan ibu-ibu yang belum melaksanakan aqiqah, pada usia dewasapun bisa melaksanakan aqiqah untuk dirinya. Sebagaimana yang termaktub dalam kitab I'anathutholibin (Syarah dari Kitab Fathul Mu'in Juz 2 Halaman 336) bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melaksanakan aqiqah untuk dirinya sesudah beliau diangkat menjadi nabi (umur 40 tahun).
• Hukum Aqiqah
Sebagaimana diungkapkan oleh Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad fi Al Islam, pendapat para fukaha tentang hukum aqiqah terbagi menjadi tiga :
1. pendapat yang menyatakan bahwa aqiqah itu sunnah yang merupakan pendapat dari Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Abu Tsaur.
2. pendapat yang menyatakan bahwa aqiqah ini wajib. Ini merupakan pendapat dari Imam Hasan Al-Bashri, Al-Laits Ibnu Sa'ad dan yang lainnya. Dasar pendapat mereka adalah hadist yang dirawayatkan Muraidah dan Ishaq Bin Ruhawiah: "Sesungguhnya manusia itu pada hari kiamat akan dimintakan pertanggungjawaban atas shalat lima waktu."
3. pendapat yang menolak disyariatkannya aqiqah. Ini adalah pendapat ahli fiqh Hanafiah. Mereka berdasarkan pada hadist Abu Rafi', bahwa Rasulullah pernah berkata kepada fatimah, "Janganlah engkau mengakikahinya tetapi cukurlah rambutnya." Namun, dari mayoritas para fuqaha berpendapat bahwa konteks hadist tersebut justru menguatkan disunnahkan dan dianjurkannya aqiqah, sebab Rasulullah sendiri telah mengaqiqahi Hasan dan Husein. Dengan demikian mengaqiqahi anak itu sunnah dan dianjurkan. Hal ini sesuai pendapat dari sebagian besar para ulama ahli fiqh.
Oleh karena itu, hendaklah orangtua melakukannya jika memang memungkinkan, demi menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
• Hewan Aqiqah
Jenis hewan aqiqah sesuai yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah kibasy. Untuk di Indonesia bisa hewan kambing atau biri-biri. Syarat hewan aqiqah antara lain cukup umur (kira-kira berumur setahun, jantan atau betina), tidak cacat, dan disunnahkan dimasak terlebih dahulu. Sedangkan jumlah hewan aqiqah untuk anak laki-laki 2 ekor sedangkan anak perempuan seekor. Akan tetapi jika tidak mampu dua ekor untuk anak laki-laki maka seekorpun boleh. Hal ini Insya Allah tidak akan mengurangi ibadah nilai aqiqah. Sebab, sebagaimana tampak dalam hadist yang bersumber dari Ibnu Abbas, Rasulullah pernah mengaqiqahi Hasan dan Husein masing-masing seekor kibasy.
• Proses Aqiqah
Sebagaimana walimatul ‘ursy dan walimatul khitan pada umumnya, pesta aqiqah juga dilakukan dengan mengundang sanak keluarga, para famili dan tetangga. Tentu saja segala sesuatunya harus ditata sedemikian rupa agar tidak mengotori makna aqiqah yang merupakan sunnah Rasul. Semuanya harus dilakukan dengan Islami, baik pengaturan tempat, cara berpakaian, maupun tata cara makan. Bahkan guna menambah nilai spiritual aqiqah, ada baiknya jika dalam rangkaian acara aqiqah ini juga diselipkan ceramah agama. Materinya bisa tentang pendidikan anak, kewajiban anak terhadap orang tua, tanggung jawab orangtua terhadap anak dan sebagainya.
Secara berurutan prosesi aqiqah itu meliputi : mencukur rambut, memberi nama, menyembelih kambing dan makan bersama.
a) Mencukur rambut, diawali dengan membaca Bismillah dan arah mencukur rambut dari sebelah kanan ke kiri. Harus dicukur bersih, tidak boleh belang-belang. Rambut hasil cukuran kemudian ditimbang dan nilainya disedekahkan. Maksudnya, setelah bayi dicukur, semua rambutnya ditimbang. Berat timbangan rambut kemudian diganti dengan emas atau perak. Nilai tukar emas atau perak tersebut bisa diwujudkan uang sesuai dengan harga emas atau perak di pasaran, lalu di sedekahkan kepada fakir miskin atau anak yatim. Selesai ditimbang kemudian rambut tersebut ditanam dalam tanah.
b) Memberi nama. Nama selain sebagai identitas keluarga, bangsa dan aqidah, nama juga berfungsi sebagai doa. Oleh karena itu, ketika memberi nama bayi yang baru lahir, hendaklah menamainya dengan nama yang baik, berdasar hadist Rasulullah,"Sesungguhnya kalian pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama-nama Bapak kalian, maka baguskanlah namamu." (HR Muslim).
c) Menyembelih kambing, harus sesuai dengan syariat yang ditetapkan. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan cara yang baik kepada tiap-tiap segala sesuatu. Maka apabila kamu membunuh, hendaklah kamu membunuh dengan cara yang baik, dan jika kamu menyembelih hendaknya kamu menyembelih dengan cara yang baik dan hendaknya ia memudahkan (kematian) binatang yang disembelihnya." (HR Muslim).
Demikianlah keseluruhan prosesi aqiqah, yang diakhiri dengan makan dan doa bersama, semoaga anak yang diaqiqahi kelak bisa menjadi anak yang saleh, yang beriman dan bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, berbakti kepada orangtuanya, serta berguna bagi agama, bangsa dan masyarakatnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
2. Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah sebuah wujud aktualitas hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua. Beberapa hal yang disyariatkan agama Islam dalam menyambut lahirnya seorang anak adalah sebagai berikut:
a). mengadzani dan mengikomahi
b). tahnik
c). mencukur rambut
d). memberi nama yang baik
e). mengaqiqohi
B. Saran
Alhamdulillah atas izin Allah SWT. akhirnya makalah ini dapat terselasaikan. Demi kesempurnaan pada makalah selanjutnya, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan lebih lanjut.
Daftar Pustaka
Budi Santoso, Mustofa. 2003. Seni Mendidik Islami (Kiat Mencapai Generasi Unggul). Jakarta : Pustaka Zahra
Yahya bin Syarf An Nawawi. 1392. Al Minhaj Syarh Shahih Muslim. Dar Ihya’ At Turots
http://www.google.com/gwt/x?hl=id&u=http://logikamaswahyu.blogspot.com/2012/03/mendidik-anak-sejak-kelahiran-0-tahun.html
http://www.piss-ktb.com/2012/03/1325-bershodaqoh-sebanyak-berat-rambut.html/diakses: 03-12- 2012 04:18:28
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar