Sabtu, 22 Desember 2012

Hadits Tentang Fisik, Rasio dan Kejiwaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara harfiah, ada tiga unsur yang terdapat dalam tubuh manusia. Ketiganya memiliki peranan dan tugas masing-masing dalam menjalani kehidupan di dunia. Yang pertama yaitu, fisik yang berfungsi sebagai sarana dalam melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi semua yang dilarang oleh Allah SWT. Yang kedua yaitu, rasio (pengetahuan/akal) yang berfungsi sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Dan yang terakhir adalah kejiwaan yang menjadi batasan penilaian terhadap prilaku setiap individu. Oleh karena itu, penulis akan menerangkan tentang dasar pendidikan tentang fisik, rasio dan kejiwaan yang akan dibahas pada bab II. Semoga bermanfaat. Amin. B. Rumusan Masalah 1. Apa dasar pendidikan tentang fisik ? 2. Apa dasar pendidikan tentang rasio ? 3. Apa dasar pendidikan tentang kejiwaan ? C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui dasar pendidikan tentang fisik dan makna kandungannya 2. Untuk mengetahui dasar pendidikan tentang rasio dan makna kandungannya 3. Untuk mengetahui dasar pendidikan tentang kejiwaan dan makna kandungannya BAB II PEMBAHASAN A. Pendidikan Fisik Setiap manusia memiliki fisik (jasmani) yang mempunyai kebutuhan yaitu makan dan minum. Secara umum tanpa makan dan minum, manusia akan mati. Akan tetapi, ada tata cara yang harus diperhatikan dalam makan dan minum, dan itu semua bertujuan untuk menjaga kesehatan fisik. Berkaitan dengan hal ini Rasulullah bersabda: عَن مِقدام بنِ مَعْدِي كَرِبَ قال سمعتُ رسولَ لله صلى الله عليه وسلم ما مَلأَ آدَمِيّ وعاء شراًّ مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدمَ اكلات يقمن صُلْبهُ فَإنْ كانَ لاَ محالَةَ فَثُلْثٌ لِطعامهِ وَثلثٌ لِشَرابهِ وثلثٌ لنَفْسهِ (رواه الترميذي) Artinya : Dari Mi’qdam bin Ma’di berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: tidak ada yang lebih jahat dari pada yang memadati perutnya. Cukuplah seseorang dengan beberapa suap makanan untuk menguatkan badannya. Jika perlu ia makan, hendaklah perutnya diisi sepetiga makanan, sepertiga air (minum) dan sepertiga lagi untuk udara (bernafas). (HR. Tirmidzi) Hadits tersebut menerangkan kepada kita bagaimana kita seharusnya mengisi lambung kita sehingga kita tidak merasa mual karena terlalu kosong lambungnya dan sesak nafas karena terlalu banyak makanan yang masuk ke lambung. Dalam hal ini Rasulullah menganjurkan untuk membagi ruang dalam lambung menjadi tiga bagian, yang pertama diisi makanan, yang kedua diisi air dan yang terakhir diisi udara. ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam hal makan dan minum yaitu: 1. Perut besar itu adalah rumah penyakit, sedang menjaga diri sebelum sakit adalah pokok pangkal pengobatan, karena jikalau telah sakit tentu sukar diobati dan tentu makan waktu untuk kesembuhannya. Oleh sebab itu berlaku sederhanalah dalam makan minum, 2. Bukan banyaknya makanan yang menyebabkan kuatnya tubuh, tetapi makan secukupnya itulah yang membuat tubuh menjadi bersemangat dan menyebabkan kecerdikan dan berfikir. 3. Jikalau perut sudah terisi banyak makanan, maka sempitlah jadinya untuk isi minuman. Jikalau sudah di isi terlampau banyak dengan minuman, maka sempitlah jadinya untuk diisi udara. Kalau demikian itu, terjadi, maka kelesuan, kemalasan, kelelahan akan menghinggapi orang yang berbuat semacam itu. Hal ini sangat membahayakan kesehatannya, sebab akhirnya akan sering sakit-sakitan tubuhnya dan jiwanya menjadi pemalas dan gemar menganggur, fikirannya tumpul dan hilanglah semangat kerja. Akibatnya, timbullah berbagai angan-angan yang buruk dalam fikirannya. Apa yang diuraikan dalam nomer tiga di atas adalah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad s.a.w. kepada seluruh ummatnya dan disabdakan dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam-imam Ahmad, Termidzi, Nasa’i serta Ibnu Majah yang oleh Imam Termidzi dikatakan sebagai Hadis hasan. Hadis ini diterima dari sahabat Al-Miqdam bin Ma’di Kariba r.a. Dari hal-hal di atas, maka dapatlah kita menilai, betapa tinggi ajaran yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w. itu kepada ummatnya. Selanjutnya terserahlah kepada kita sendiri untuk melaksanakan atau mengabaikannya. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita agar kita dapat selalu mengikuti dan mengamalkan ajaran-ajarannya itu. Amin. Disamping itu, setiap mesin yang digunakan secara terus-menerus, akan mudah rapuh dan cepat rusak. Sama halnya dengan fisik, yang memerlukan makan dan minum, untuk menjaga kualitas dan kinerja yang dimiliki oleh fisik, maka perlu adanya penyegaran (refreshing) dan istirahat. Rasulullah bersabda : كلُّ شَيْئٍ لَيْسَ مِنْ ذِكْرِ اللهِ فَهُوَ لَغْوٌ وَلَهْوٌ أَوْ سَهْوٌ إِلاًّ أَرْبَعُ خِصَالٍ : مَشْيُ الرَّجُلِ بَيْنَ الْغَرْضَيْنِ (للرَّمْيِ) وَتَأْدِيْبُهُ فَرْسَهُ وَمُلاَعَبَتُهُ أَهْلَهُ وَتَعَلُّمُ السِّبَاحَةِ (الطبراني) Artinya: Segala sesuatu yang bukan dzikir kepada Allah adalah tidak berguna, permainan atau kelalaian, kecuali empat perkara yaitu : latihan memanah, melatih kuda, bergurau dengan isteri (bercumbu), dan belajar berenang. Teks kalimat hadits ini menggunaka kata-kata laghwu (sesuatu yang tiada berguna), lahwu (permainan) atau sahwu (kelalaian). Sebagai pengganti kata bathil dalam hadits yang lain, hal ini berfungsi untuk memberika batasan pengertian kata bathil tersebut. Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan bathil disini adalah hiburan dan permainan yang dilakukan sebagai refreshing yang dapat membantu menimbulkan semangat untuk melaksanakan kebenaran setelah dihibur dan diistirahatkan, sebagaimana kata pujangga : “jiwa itu bisa bosan jika terus menerus dipacu serius maka hilangkanlah kebosanannya itu dengan bersenda gurau”. Sesungguhnya kita diciptakan oleh Allah mempunyai tugas yang tertentu yaitu agar kita sentiasa mengabdikan diri kepada Allah serta mentaatinya dengan melakukan perkara yang disuruh dan meninggalkan perkara yang dilarang. Dengan adanya karunia yang berupa fisik, manusia dituntut untuk bersyukur atas apa yang diterimanya, dengan cara memperbanyak ibadah. Karena Allah telah berfirman dalam surah Adz –Dzaariyaat ayat 56 :        Artinya : “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku (beribadah kepada-Ku)”. Terkait dengan hal ibadah, manusia yang sudah berkeluarga memiliki kewajiban sendiri-sendiri. Sebagai contoh seorang suami, ia mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah lahir dan bathin kepada keluarganya jikalau ia mampu. Hal ini yang dimaksudkan sebagai pemanfaatan fisik seperti sabda Rasulullah SAW. : دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ Artinya: “Harta yang engkau infaq-kan di jalan Allah, harta yang engkau infaq-kan untuk memerdekakan budak, harta yang engkau infaq-kan untuk orang-orang miskin dan harta yang engkau infaq-kan untuk keluargamu, ganjaran yang lebih besar adalah yang engkau infaq-kan untuk keluargamu”. (HR. Muslim dan Ahmad) B. Pendidikan Rasio عن أبي هُرَيرَةَ رَضِىَ اللهُ عنهُ أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلم قال : إذا ماتَ ابْنُ آدمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثلاثٍ: صَدَقةٌ جارِيَّةٌ أو عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بهِ أوْ وَلَدٌ صالِحٌ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم) Artinya : “Daripada Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu katanya,, Rasulullah SAW telah bersabda : Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang berdo’a kepadanya.” (HR Muslim). Penjelasan Hadits : Allah telah menjanjikan pahala bagi mereka yang sentiasa beriman dan bertakwa kepadanya sebagai jaminan untuk mencium bau syurga dan juga memberikan dosa dan api neraka kepada mereka yang mengkufuri perintahnya. Segala amalan kita didunia akan terputus apabila kita kembali menghadap ilahi. Namun terdapat 3 amalan sahaja yang masih dterima allah sebagai pahala kita di akhirat nanti meskipun kita sudah meninggalkan dunia fana ini. Amalan-amalan tersebut adalah: a. amal jariyah b. ilmu yang bermanfaat c. anak soleh yang mendoakan ibu bapanya. Di sini jelas menunjukkan kepada kita betapa tingginya nilai rahmat dan kasih Allah terhadap hambanya, memberikan peluang untuk memperolehi pahala walaupun kita sudah berada di alam barzakh. Sekarang terserahlah kepada kita untuk mengambil peluang keemasan ini selagi hayat masih ada. 1. Amal Jariyah Amal jariyyah menurut bahasa ialah perbuatan yang baik. Menurut istilah ulama syara’ amal jariyyah juga di sebut sebagai wakaf iaitu menahan sesuatu yang bolah dimanfaatkan bagi tujuan kemaslahatan serta kekal zatnya sebagai ( taqarrub) pendekatan diri terhadap Allah. Hukum melakukannya adalah sunah. Firman Allah Ta’ala yang berbunyi :             •     artinya : Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Surah Ali ‘Imran, ayat 92) Amal jariyah merupakan amalan yang terpuji disisi Allah antaranya ialah membangun masjid atau sekolah, mewakafkan kitab-kitab bermanfaat kepada masjid dan lain-lain lagi. Berikut disenaraikan antara fadilah-fadilah amal jariyyah berbentuk sedekah ialah : a. Bersedekah merupakan jalan kepada pintu-pintu kebaikan dan menutup pintu-pintu kejahatan. b. Ikhlasnya bersedekah dapat meringankan kesusahan seseorang. c. Harta orang yang bersedekah tidak akan berkurangan malah dianya akan bertambah. d. Dengan bersedekah, kita akan terhindar dari bala dan umur juga diberkati serta menjadi panjang. e. Merahasiakan sedekah memadam kemurkaan Allah manakala sedekah secara terang-terangan pendinding api neraka. Oleh karena itu, kita diseru agar sentiasa melakukan amal jariyah dengan penuh keikhlasan karena dianya bukan saja memberikan maslahat kepada masyarakat umumnya. Bahkan pahalanya akan sentiasa mengalir walaupun kita telah menghembuskan nafas terakhir. Maka tidak rugilah harta yang telah disedekahkan pada jalan Allah sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah, ayat 262 :                           Artinya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan tidak menyakiti perasaan si penerima, mereka memperolehi pahala di sisi tuhan mereka. Tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Dan sabda nabi yang berbunyi : لاَ تَسْتَحْيُوْا مِنْ إِعْطآءِ الْقَلِيلِ فَإِنَّ الْحِرْمانَ أَقَلُّ منهُ Artinya: “Jangan kamu malu dengan pemberian yang sedikit kerana tidak memberi langsung lebih sedikit daripadanya. 2. Ilmu yang bermanfaat. Menuntut ilmu adalah sangat digalakkan bukan hanya ilmu pengetahuan itu berbentuk keagama`n maupun saintifik atau ekonomi. Apa lagi ilmu bermanfaat yang telah kita pelajari sewajarnya kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan amat beruntung lagi jika ilmu sedemikian disebarkan dan diajarkan dengan meluasnya kepada orang ramai bersesuaian dengan sabda Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam : بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ أَيَةٍ Artinya: “Sampaikanlah dariku walau sepotong ayat”. Diriwayatkan oleh al-Imam Ibnu Majah daripada Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Artinya: "Pelajarilah oleh kamu ilmu faraidh itu, kerana ia adalah sebahagian daripada agama dan ia adalah setengah daripada ilmu. Ia juga adalah ilmu yang pertama dicabut daripada umatku" Kedua-dua hadith di atas menuntut kita agar sentiasa mengajarkan ilmu yang dipelajari kepada yang jahil dan memerlukan kerana kelebihan menuntut ilmu dan mengajarkannya itu amat luas di sisi masyarakat dan juga disisi Sang Maha Pencipta, Allah Subhanahu Wata’ala. Sesungguhnya mereka yang berilmu dan menyembunyikannya adalah termasuk daripada orang-orang yang rugi. Hidup mereka cuma sekedar mendapat kepuasan diri sendiri dan pahalanya hanya sekedar didunia saja. Begitu juga mereka yang luas ilmunya akan tetapi kurang mempunyai adab dalam menuntut ilmu seperti melawan guru, bermewah-mewahan dan merasakan ilmu yang diperolehnya sudah cukup hebat, maka ilmu yang mereka peroleh hanyalah sia-sia dan tidak mendapat berkah dari Yang Maha Esa. Oleh karena itu, hendaknya menuntut ilmu dengan penuh adab dan rasa rendah diri karena sesungguhnya ilmu itu adalah milik Allah Subhanahu Wata’ala. Hadith Riwayat Abu Daud dan al-Tirmidzi ada mengatakan bahwa Rasulullas.a.w bersabda: Artinya:"Sesiapa yang ditanya tentang ilmu lalu dia menyembunyikannya akan diikat mulutnya (meletakkan kekang di mulutnya seperti kuda) dengan kekang dari api neraka pada Hari Kiamat." Berlainan dengan mereka yang ikhlas memberikan ilmu yang bermanfaat sebagai contoh pemberi isyarah dan guru. Tidak terbatas hanya mengharapkan imbalan gaji yang diterima. Generasi ilmuan seperti ini perlulah mempunyai hati yang ikhlas demi mengharap ridha dari Allah SWT. dalam menjalani kehidupan. Dan hendaknya selalu ingat bahwa Allah Maha Mengetahui semua yang kita sembunyikan. Di sebabkan nilai keikhlasan amalan seseorang dalam mengajarkan ilmu mereka inilah, Allah mengangkat darjat para ilmuan dikalangan para sahabat dan ulama dan menjanjikan pahala yang besar kepada kita baik semasa kita hidup ataupun telah meninggal dunia. Menurut Imam al-Suyuti (911 H), bila semua hadis mengenai amal yang pahalanya terus mengalir walau pelakunya sudah meninggal dunia dikumpulkan, semuanya berjumlah 10 amal, yaitu: 1. ilmu yang bermanfaat, 2. doa anak shaleh, 3. sedekah jariyah (wakaf), 4. menanam pohon kurma atau pohon-pohon yang buahnya bisa dimanfaatkan, 5. mewakafkan buku, kitab atau Alquran, 6. berjuang dan membela Tanah Air, 7. membuat sumur, 8. membuat irigasi, 9. membangun tempat penginapan bagi para musafir, 10. membangun tempat ibadah dan belajar. Kesepuluh hal di atas menjadi amal yang pahalanya terus mengalir, karena orang yang masih hidup akan terus mengambil manfaat dari ke-10 hal tersebut. Manfaat yang dirasakan orang yang masih hidup inilah yang menyebabkannya terus mendapatkan pahala walau ia sudah meninggal dunia. Dari pemaparan di atas, sudah seharusnya kita berusaha mengamalkan 10 hal tersebut atau paling tidak mengamalkan salah satunya, agar kita mendapatkan tambahan pahala di akhirat kelak, sehingga timbangan amal kebaikan kita lebih berat dari pada timbangan amal buruk. 3. Doa Anak Yang Soleh Orang tua mempunyai amanah yang besar dalam mendidik anak-anak mereka. Jika baik tarbiyahnya maka solehlah anak tersebut namun jika sebaliknya, akan mendatangkan kerugian kepada diri mereka sendiri. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, maksudnya: أخرج مالك وأبو داود وابن مردويه عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ، كَمَا تَنَاتَجُ الْإِبِلُ مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ؟» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ؟ قَالَ: «اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ» Artinya: Dari Abu Hurairoh, ia berkata, Rasulallah saw bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, dan Nashrani, sebagaimana dilahirkannya binatang ternak dengan sempurna, apakah ada telinga yang terputus?. Mereka bertanya, Ya Rasulallah, bagaimana pendapatmu tentang orang yang wafat ketika kecil? Rasul menjawab, “Allah lebih mengetahui terhadap apa yang mereka amalkan”.(Hadits ditakhrij oleh Malik, Abu Daud, dan Ibnu Mardawaeh) Anak merupakan amanah Allah yang amat bernilai kepada kita bagi mencorak dan melahirkan generasi yang bakal menerajui dunia yang penuh pancaroba. Didikan agama yang betul adalah amat dititik beratkan. Insyaallah anak yang soleh, baik budi pekerti dan agamanya bukan sahaja menjadi harapan bangsa dan masyarakat Islam malah kepentingannya kembali kepada orang tuanya itu sendiri. Dengan ini, tidak rugilah mereka yang mempunyai anak yang soleh dan solehah kerna mereka lah yang akan sentiasa mendoakan orang tuanya setelah mereka meninggal dunia dan berikutan ini bertambahlah pahala orang tua tersebut hanya kerana sebuah doa dari anaknya. Pelajaran yang dapat kita ambil dari hadist di atas : a) Islam menggalakkan hambanya agar sentiasa bersifat ikhlas dalam melakukan amalan-amalan yang terpuji. b) Galakan terhadap semua umat islam agar menggunakan kesempatan hidupnya dengan melakukan 3 perkara tadi iaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang soleh kerana pahala daripada melakukan amalan-amalan ini tidak akan putus sekalipun kita sudah tiada. c) Seruan kepada kedua orang tua agar sentiasa menitikberatkan dalam mendidik anak-anak mereka dengan tarbiyah yang baik. Amal jariyah seperti bersedekah mempunyai fadilat yang banyak sepertimana yang disebutkan didalam ayat-ayat al-quran dan hadith-hadith. d) Ilmu yang berkat adalah bersumber dari keikhlasan, kecekalan hati dalam menimba ilmu pengetahuan disamping menjaga adab dan displin ketika belajar. C. Pendidikan tentang Kejiwaan Nikmat agama merupakan karunia terbesar dari Allah kepada hamba-Nya. Tidak diberikan kecuali kepada siapa yang dicintai oleh-Nya. Berbeda dengan dunia, diberikan kepada siapa yang mendapat cinta Allah dan murka-Nya. Karena dunia bukan ukuran baik atau buruknya seseorang di sisi Allah Ta'ala. Bentuk nikmat agama adalah iman kepada Allah Ta'ala. Diberikan kepada hamba-Nya laksana rizki. Satu dan yang lainnya berbeda. Ada yang banyak dan ada yang sedikit. Yang lebih banyak mendapat karunia ini lebih baik daripada yang lebih sedikit. Siapa yang kuat imannya ia lebih baik dan lebih dicintai oleh Rabb-nya daripada yang lemah. Namun, yang lemah tidak boleh diremehkan karena ia masih memiliki iman. Karena selama manusia masih memiliki iman ia berada dalam lingkup kebaikan. Bertambahnya iman harus diusahan, yakni dengan menjalankan ketaatan. Sebaliknya lemahnya iman harus dihindarkan, yakni dengan meninggalkan kemaksiatan. Karena iman bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan sehingga ia akan kuat. Berkurang dengan sebab kemaksiatan sehingga ia melemah. Sedangkan iman menjadi ukuran seseorang mulia atau tercela. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ Artinya: "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun masing-masing ada kebaikan. Semangatlah meraih apa yang manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan bersikap lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah janganlah mengatakan, "Seandainya aku berbuat begini dan begitu, niscaya hasilnya akan lain." Akan tetapi katakanlah, "Allah telah mentakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat." Sebab, mengandai-andai itu membuka pintu setan." (HR. Muslim) Maksud mukmin kuat dalam hadits di atas adalah kuat imannya, bukan semata kuat fisik atau materi. Karena kuatnya fisik dan materi akan membahayakan diri jika digunakan untuk kemaksiatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pada dasarnya, kuatnya fisik dan materi bukan sebagai pijakan mulia atau tercela. Hanya saja, jika keduanya digunakan untuk kemanfaatan di dunia dan akhirat, ia menjadi terpuji. Sebaliknya, jika digunakan untuk kemaksiatan terhadap Allah, ia menjadi tercela. Kuat dalam hadits di atas mencakup kuat fisik, jiwa, dan materi. Kemudian semua itu diikat dengan iman kepada Allah Ta'ala, ridha dan menerima qadha' dan qadar. Sehingga mukmin yang kuat dalam hadits di atas, adalah mukmin yang kuat tekad dan semangatnya –khususnya dalam urusan akhirat- sehingga ia lebih banyak maju melawan musuh dalam jihad, lebih semangat keluar dan pergi menyambut jihad, lebih semangat dalam melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar, dan bersabar atas ujian di dalamnya. Kuatnya di sini mencakup kuatnya kerinduan terhadap Allah Ta'ala dan menjalankan tuntutannya berupa shalat, puasa, zikir, infak, shadaqah, dan ibadah-ibadah lainnya; lebih aktif mencari dan menjaganya. Sedangkan makna mukmin lemah adalah kebalikan dari semua ini. Namun tidak boleh diremehkan, sebab ia masih dalam lingkup baik karena masih ada iman dalam dirinya. Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan setiap mukmin, baik yang kuat maupun yang lemah, untuk bersemangat dalam mencari apa yang manfaat untuk dirinya dari urusan dunia dan akhiratnya. Namun tidak boleh lupa terhadap kuasa Allah dengan senantiasa meminta pertolongan kepada-Nya dalam menjalankan usaha tersebut Bagi seorang muslim jika melihat suatu pekerjaan yang mendatangkan manfaat dan guna untuk dirinya, hendaknya ia semangat mengerjakannya dan beristi'anah kepada Allah agar dikuatkan dan dimudahkan, lalu komitmen dan konsisten menyelesaikan pekerjaannya. Jika demikian berarti ia mengikuti wasiat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam hadits ini sehingga ia terkategori sebagai mukmin yang kuat. Di samping manfaat dan mashlahat yang dibutuhkannya diperoleh, ia juga mendapatkan pahala dalam kesungguhannya tersebut. Dikisahkan dari perjalanan hidup Imam al-Kasai, seorang ulama ahli Nahwu, saat mulai bejalar ilmu Nahwu beliau mendapati kesulitan sehingga hampir putus asa. Kemudian beliau menemukan seekor semut membawa makanan ke atas tembok. Setiap semut itu naik sedikit, ia terjatuh. Begitu berulang-ulang sehingga ia berhasil naik ke atas. Imam al-Kasai mengambil pelajaran dari semut tersebut, beliau bersungguh-sungguh dalam belajar sampai menjadi imam besar dalam ilmu Nahwu. Malu adalah akhlak Islam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخَلُقُ اْلإِسْلاَمِ الْـحَيَاءُ Artinya :“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.” [Shahîh: HR.Ibnu Mâjah (no. 4181) dan ath-Thabrâni dalam al-Mu’jâmush Shaghîr (I/13-14) dari Shahabat Anas bin Malik t . Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 940)] Malu itu ada yang baik dan ada yang jelek. Malu menjalani sesuatu kemunkaran dan kemaksiatan atau umumnya larangan agama atau hal-hal yang syubhat adalah terpuji dan sangat baik. Tetapi malu menjalankan ketaatan kepada Allah, misalnya malu bersembahyang karena baru saja menyadari kebenaran beragama, malu pergi ke masjid, semuanya itu adalah tercela dan tidak ada kebaikannya sama sekali. Ada pula sebagian alim-ulama yang berpendapat bahwa maksud Hadis di atas itu adalah untuk menunjukkan kebolehan sesuatu kelakuan. Jelasnya: "Kalau kita hendak melakukan sesuatu, sekiranya kita tidak malu kepada Allah dan para manusia, sebab memang bukan larangan agama, sebaiknya kita lakukan. Tetapi sekalipun agama membolehkan, kalau kita malu, tidak melakukanpun baik juga jikalau hal itu termasuk sesuatu jawaz (yakni bukan hal yang wajib atau sunnah). Jadi baik dilakukan atau ditinggalkan sama saja bolehnya." Ada beberapa hadits yag terkait dengan hal diatas, diantaranya : 1. Dari Imran bin Hushain radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w.bersabda yang artinya : "Sifat malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Muslim disebutkan: "Sifat malu itu baik seluruh akibatnya." Atau beliau S.A.W. bersabda: "Malu itu semuanya baik akibatnya." Yang dimaksud itu ialah malu mengerjakan kejahatan atau hal-hal yang tidak sopan menurut pandangan umum. Adapun malu mengerjakan kebaikan, maka amat tercela dan tidak dibenarkan oleh agama. 2. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda yang artinya : الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ "Keimanan itu ada tujuhpuluh lebih - tiga sampai sembilan -atau keimanan itu cabangnya ada enampuluh lebih -tiga sampai sembilan. Seutama-utamanya ialah ucapan La ilaha illallah dan serendahrendahnya ialah menyingkirkan apa-apa yang berbahaya -semacam batu, duri, lumpur, abu, kotoran dan Iain-Iain sebagainya -dari jalanan. Sifat malu adalah suatu cabang dari keimanan itu." (Muttafaq 'alaih) 3. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu lebih sangat sifat malunya daripada seorang perawan dalam tempat persembunyiannya - yakni perawan yang baru kawin dan berada dalam biliknya dengan suami yang belum pernah dikenalnya. la amat sangat malu kepada suaminya itu. Jikalau beliau s.a.w. melihat sesuatu yang tidak disenangi, maka kita dapat melihat itu tampak di wajahnya." (Muttafaq 'alaih). Para alim-ulama berkata: "Hakikat sifat malu itu ialah suatu budipekerti yang menyebabkan seseorang itu meninggalkan apa-apa yang buruk dan menyebabkan ia tidak mau lengah untuk menunaikan haknya seseorang yang mempunyai hak." Kami meriwayatkan dari Abul Qasim al-Junaid rahimahullah, katanya: "Malu ialah perpaduan antara melihat berbagai macam kenikmatan atau karunia dan melihat adanya kelengahan, lalu tumbuhlah di antara kedua macam sifat yang di atas tadi suatu keadaan yang dinamakan sifat malu." Wallahu a'lam. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Rasulullah menganjurkan untuk membagi ruang dalam lambung menjadi tiga bagian, yang pertama diisi makanan, yang kedua diisi air dan yang terakhir diisi udara. 2. Segala amalan kita didunia akan terputus apabila kita kembali menghadap ilahi. Namun terdapat 3 amalan sahaja yang masih dterima allah sebagai pahala kita di akhirat nanti meskipun kita sudah meninggalkan dunia fana ini. Amalan-amalan tersebut adalah: a. amal jariyah b. ilmu yang bermanfaat c. anak soleh yang mendoakan ibu bapaknya. 3. Malu itu ada yang baik dan ada yang jelek. Malu menjalani sesuatu kemunkaran dan kemaksiatan atau umumnya larangan agama atau hal-hal yang syubhat adalah terpuji dan sangat baik. 4. Maksud mukmin kuat dalam hadits di atas adalah kuat imannya, bukan semata kuat fisik atau materi. Karena kuatnya fisik dan materi akan membahayakan diri jika digunakan untuk kemaksiatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. B. Saran Alhamdulillah atas izin Allah SWT. akhirnya makalah ini dapat terselasaikan. Demi kesempurnaan pada makalah selanjutnya, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA Imam Nawawi. Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Yusuf Al-Qrdawi. Fatwa-fatwa Kontemporer http://almanhaj.or.id/content/2557/slash/0/malu-akhlak-islam/diakses:26-10-2012/15:10 http://bkpbdk-artikel.blogspot.com/2010/04/3-amalan-yang-tidak-terputus-pahalanya.html/diakses:26-10-2012/14:57 http://ikhwahmedia.wordpress.com/2012/02/27/bab-16-malu-bagian-dari-iman/diakses:26-10-2012/15:13 http://m.voa-islam.com/news/aqidah/2012/04/17/18685/mukmin-kuatlebih-baik-dan-lebih-dicintai-allah/26-10-2012/14:59 http://subsafan.blogspot.com/2012/10/makanlah-seperlunya-saja.html/diakses:26-10-2012/16:01

Tidak ada komentar:

Posting Komentar